Bagikan:

JAKARTA - Setelah hampir satu pekan pasca Bitcoin Halving pada Sabtu, 20 April lalu, harga Bitcoin saat ini masih dalam tekanan dan sentimen negatif.

Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kinerja negatif ini, termasuk antisipasi laporan pendapatan kuartal perusahaan teknologi di Amerika Serikat hingga konflik Israel-Iran.

"Kinerja negatif Bitcoin pada pekan ini dapat dikaitkan, dengan ketakutan akan koreksi pasar saham AS, meningkatnya krisis di Timur Tengah, dan berkurangnya kepercayaan terhadap perekonomian China,” ujar Fyqieh dikutip Jumat, 26 April.

Lebih lanjut, Fyqieh menjelaskan siklus halving pada tahun ini akan sedikit berbeda dibandingkan peristiwa sebelumnya, yang sudah terjadi sebanyak tiga kali di tahun 2012, 2016, dan 2020.

Menurutnya, halving kali ini mengakibatkan penurunan imbalan penambangan Bitcoin sebesar 50 persen, dari 6,25 BTC menjadi 3,125 BTC. Akibatnya, jumlah Bitcoin yang beredar semakin langka sehingga menyebabkan lonjakan permintaan di kalangan investor.

Alasan utama lainnya mengapa halving Bitcoin ini belum menyebabkan lonjakan harga yang tinggi, adalah karena The Fed atau Federal Reserve AS belum memberikan sinyal kuat untuk penurunan suku bunga.

"Stagnansi harga Bitcoin setelah halving bisa dianggap sebagai fenomena yang wajar. Banyak yang mengharapkan kenaikan harga yang signifikan setelah halving, padahal efek dari halving ini sebenarnya dirasakan dalam 2-4 bulan setelahnya,” jelasnya lebih lanjut.

Jika masih ada yang masih ragu atau tidak yakin dengan arah pergerakan harga Bitcoin, Fyqieh menyarankan untuk menggunakan teknik Dollar Cost Averaging (DCA), mengingat ketidakpastian di pasar akhir-akhir ini yang bisa saja Bitcoin berpotensi bullish atau bearish.