Bagikan:

JAKARTA - Thailand telah mengambil langkah progresif dalam regulasi pajak terkait aset digital dengan menghapuskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 7 persen untuk transaksi perdagangan kripto.

Berlaku efektif sejak 1 Januari 2024, pembebasan PPN ini diharapkan bisa mendorong lebih banyak aktivitas dalam pasar aset digital Thailand dan memperkuat posisi negaranya sebagai pusat inovasi dan perdagangan aset digital di kawasan.

Kebijakan ini tentunya mendapat perhatian dari para pelaku industri kripto di Indonesia. Di mana di Indonesia saat ini masih menerapkan PPN sebesar 0,11 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,1 persen untuk transaksi yang dilakukan melalui exchange atau pedagang aset kripto terdaftar.

Sebagai salah satu pelaku di industri kripto di Indonesia, CEO Tokocrypto Yudhono Rawis pun menekankan pemerintah untuk tidak tertinggal dalam penerapan regulasi yang mendukung pertumbuhan ekosistem kripto.

Yudho berharap pemerintah Indonesia dapat mengikuti langkah serupa seperti Thailand untuk menciptakan regulasi kripto yang lebih ramah dan kompetitif.

“Hal ini diharapkan dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan industri kripto di dalam negeri, sekaligus memberikan kejelasan hukum yang dapat meningkatkan kepercayaan investor dan pengguna,” ujar Yudho dalam keterangannya, dikutip Minggu, 18 Februari.

Untuk itu, Yudho menyarankan agar Indonesia bisa kembali hanya mengenakan pajak atas keuntungan modal (capital gain).

“Skema capital gain hanya mengenakan pajak pada keuntungan yang diperoleh dari penjualan aset kripto, dan bukan pada setiap transaksi,” jelas Yudho lebih lanjut.

Yudho menganggap, pendekatan ini bisa lebih adil dan efisien, karena investor hanya dikenai pajak ketika mereka benar-benar menerima keuntungan ekonomi.

Selain itu, ia juga mengusulkan penurunan besaran pajak yang saat ini berlaku, agar lebih kompetitif dan tidak menghambat perkembangan industri kripto di Indonesia.