Bagikan:

JAKARTA – Masalah akses film pornografi bagi anak di bawah umur rupanya masih menjadi fokus Ofcom, regulator telekomunikasi Britania Raya. Mereka kembali berusaha membatasi usianya.

Beberapa waktu lalu, pemerintah Britania Raya berusaha menerapkan proses verifikasi di seluruh situs pornografi online agar anak di bawah umur tidak bisa mengaksesnya. Namun, aturan ini menjadi perdebatan karena masalah penyerahan data.

Dengan banyaknya perdebatan, Menteri Luar Negeri Digital, Kebudayaan, Media, dan Olahraga Nicky Morgan mengatakan bahwa pemerintah tidak akan menerapkan prosedur tersebut. Pernyataan ini dikeluarkan pada pertengahan Oktober lalu.

Dari laporan The Verge, Ofcom kembali berupaya menerapkan sistem verifikasi berdasarkan Undang-Undang Keamanan Online yang baru disahkan. Mereka mengeluarkan daftar tindakan yang bisa digunakan sebagai proses verifikasi.

Bank dan jaringan seluler wajib mengonfirmasi bahwa pengguna mereka berusia minimal 18 tahun. Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan meminta rincian kartu kredit yang hanya tersedia bagi orang berusia di atas 18 tahun kepada pengguna.

“Penelitian kami menunjukkan bahwa pornografi saat ini mudah diakses oleh anak-anak secara online, dan anak-anak berusia delapan dan sembilan tahun mengakses situs-situs porno,” kata Pimpinan Keamanan Online Ofcom Gill Whitehead, dikutip VOI dari The Verge.

Whitehead mengatakan bahwa 8 dari 10 anak melihat pornografi yang menggambarkan tindakan memaksa, merendahkan, hingga menimbulkan rasa sakit. Dari data penelitian ini, Ofcom semakin yakin dengan permintaan verifikasi bagi anak di bawah umur.

Selain menggunakan bank, jaringan seluler, dan kartu kredit, Ofcom memberikan anjuran lain seperti meminta pengguna mengunggah foto tanda pengenal seperti SIM atau paspor. Situs web juga bisa menggunakan teknologi perkiraan usia wajah.

Aturan ini akan berlaku untuk seluruh situs pornografi selama kontennya dipublikasikan dan ditampilkan secara online oleh penyedia layanan. Artinya, konten-konten ini dibuat secara profesional karena diatur langsung oleh penyedia layanan.

Setelah kebijakan baru ini berlaku, situs web pornografi yang tidak patuh akan dikenakan denda hingga 18 juta euro (Rp 302 miliar) atau 10 persen dari pendapatan global dari konten pornografi yang dipublikasikan.