Biaya Transaksi Melambung, Ethereum Ikuti Jejak Bitcoin
Biaya transaksi di jaringan Ethereum alami kenaikan. (Foto; Dok. CryptoCoinSpy)

Bagikan:

JAKARTA - Biaya transaksi untuk bitcoin (BTC) dan ethereum (ETH) telah mengalami kenaikan yang signifikan dalam beberapa minggu terakhir. Hal ini menunjukkan tingginya aktivitas transfer kripto di jaringan onchain, yang juga berdampak pada biaya operasi lainnya seperti pertukaran, bridging, dan NFT.

Dilansir dari Bloomberg, biaya rata-rata untuk transaksi bitcoin mencapai puncaknya sebesar  15 dolar AS  (Rp234.825) per transfer pada 9 November 2023, meningkat tajam dari 3,5 dolar AS  (Rp54.795) pada 22 Oktober 2023. Demikian pula, biaya rata-rata untuk transaksi ethereum melonjak sebesar 219% dalam rentang waktu yang sama, naik dari  2,08 dolar AS (Rp32.564) menjadi  6,64 dolar AS  (Rp103.824) per transaksi.

Biaya transaksi ethereum (ETH) pada 12 November 2023. Biaya rata-rata mencapai titik tertinggi  10,52 dolar AS (Rp164.556) pada 9 November 2023. Biaya transaksi kripto merupakan imbalan yang dibayarkan oleh pengirim kepada penambang atau validator yang memproses dan mengonfirmasi transaksi di blockchain.

Biaya transaksi ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar, serta kompleksitas dan ukuran transaksi. Semakin banyak transaksi yang terjadi di jaringan, semakin tinggi biaya yang harus dibayar oleh pengirim untuk memastikan transaksi mereka diprioritaskan.

Biaya transaksi yang tinggi menunjukkan bahwa jaringan kripto sedang mengalami kemacetan atau keterbatasan kapasitas, yang dapat mengurangi efisiensi dan skalabilitasnya. Selain itu, biaya transaksi yang tinggi juga dapat mengurangi daya tarik kripto sebagai alat pembayaran yang murah dan cepat, terutama untuk transaksi dengan nilai rendah.

Dampak Tingginya Biaya Transaksi

Tingginya biaya transaksi tidak hanya berlaku untuk transfer kripto, tetapi juga untuk jenis operasi lain yang dilakukan di atas blockchain, seperti terlibat dengan kontrak pintar, platform bursa terdesentralisasi (dex), solusi keuangan terdesentralisasi (DeFi), dan token non-fungible (NFT).

Misalnya, menukar aset berbasis ETH di platform dex dapat dikenakan biaya mulai dari  27,77 dolar AS  (Rp 434.118) hingga  28,50 dolar AS (Rp 445.388) per transaksi. Sementara itu, biaya untuk melakukan transaksi NFT berfluktuasi antara  46,93 dolar AS (Rp 733.636) hingga  48,16 dolar AS (Rp 752.304).

Hal ini juga berdampak pada peningkatan biaya untuk mentransfer aset melintasi rantai yang berbeda melalui bridging, yang diperkirakan sekitar 8,93 dolar AS (Rp139.485) hingga 9,17 dolar AS  (Rp143.307) per transaksi. Bridging adalah proses yang memungkinkan aset kripto untuk berpindah dari satu blockchain ke blockchain lainnya, misalnya dari ethereum ke binance smart chain.

Dari 22 Oktober 2023 hingga 11 November 2023, ethereum telah memproses rata-rata sekitar 1.071.448 transaksi setiap hari. Jumlah ini masih lebih rendah dari rekor tertinggi sekitar 1,4 juta transaksi per hari yang dicapai pada Mei 2021, ketika aktivitas NFT dan DeFi sedang booming.

Meskipun ethereum masih menjadi blockchain terbesar kedua setelah bitcoin berdasarkan kapitalisasi pasar, biaya transaksi yang tinggi menunjukkan bahwa ethereum menghadapi tantangan dalam bersaing dengan blockchain lain yang menawarkan biaya transaksi yang lebih rendah, seperti solana, avalanche, dan polygon.

Blockchain-blockchain ini menggunakan mekanisme konsensus yang berbeda dari ethereum, yang saat ini masih menggunakan proof-of-work (PoW) yang membutuhkan banyak daya komputasi dan energi. Ethereum telah melakukan transisi ke proof-of-stake (PoS), yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan skalabilitasnya, serta menurunkan biaya transaksi.

Sementara itu, bitcoin, yang juga menggunakan PoW, masih memimpin ethereum dalam hal kapitalisasi pasar, volume perdagangan harian, dan biaya transaksi dalam 24 jam yang dikumpulkan oleh penambang.