Bagikan:

JAKARTA – Penerbit stablecoin USDT, Tether, baru-baru ini menarik perhatian publik karena sejumlah eksekutifnya terlibat dalam tindakan ilegal. Saat ini USDT merupakan stablecoin terbesar di dunia berdasarkan kapitalisasi pasarnya.

Menurut laporan investigasi yang dilakukan oleh Protos, telah mengungkap serangkaian dugaan hubungan yang mencemaskan antara perusahaan mata uang kripto terkemuka, Tether, dan berbagai aktivitas ilegal. Laporan ini telah menimbulkan kekhawatiran yang serius dalam dunia kripto.

Salah satu kekhawatiran utama adalah janji Tether yang terus-menerus untuk membeberkan dana cadangan mereka pada audit profesional. Sayangnya, hingga saat ini, janji tersebut tidak pernah terpenuhi. Keberlanjutan dari tindakan ini telah memunculkan pertanyaan mengenai transparansi perusahaan.

Tidak hanya itu, Tether juga diketahui mentransfer sejumlah besar token USDT senilai 36,6 miliar ke Alameda Research. Perusahaan ini dipimpin oleh seorang pendiri yang saat ini mendekam di balik jeruji besi, Sam Bankman-Fried, juga merupakan mantan CEO FTX. Ini menimbulkan pertanyaan tentang hubungan yang mencurigakan antara Tether dan entitas terkait.

Lebih lanjut, Raphael Nicolle, pendiri Bitfinex, dilaporkan telah membela skema Ponzi yang dijalankan oleh Trendon Shavers. Hal ini menambahkan lebih banyak kekhawatiran terhadap reputasi Tether.

Namun, yang lebih memprihatinkan adalah terungkapnya salah satu pendiri Tether, Brock Pierce, yang pernah tinggal di sebuah tempat yang dilaporkan terkait dengan kasus pornografi anak. Tuduhan ini sangat serius dan memerlukan penjelasan yang mendalam.

Selain itu, ada tuduhan yang mengaitkan beberapa eksekutif Tether dengan kejahatan terorganisir. Chief Financial Officer Giancarlo Devasini, misalnya, telah dilaporkan melakukan transaksi dengan Gennaro 'Reno' Platone, yang telah dihukum karena 'penipuan pedagang yang hilang' dan memiliki keterkaitan dengan kejahatan terorganisir.

Jejak koneksi Devasini tampaknya merambah pada individu seperti Daniele Sestagalli dan Paolo Barrai, yang juga terkait dengan aktivitas pencucian uang atau money laundering untuk kejahatan terorganisir melalui perusahaan-perusahaan offshore. Devasini juga pernah menghadapi masalah hukum pada tahun 1996 karena menjual software Microsoft palsu.

Penting untuk dicatat bahwa hingga saat ini, tidak ada lembaga penegak hukum di Amerika Serikat yang telah mengajukan tuntutan terhadap Tether atau para eksekutifnya. Meskipun begitu, pengungkapan ini telah menciptakan bayangan yang menyelimuti penerbit stablecoin USDT ini.

Di sisi lain, Bloomberg juga melaporkan bahwa Tether pernah mendukung stablecoin USDT-nya dengan aset yang diterbitkan oleh perusahaan China. Hal ini telah memicu rumor selama bertahun-tahun bahwa perusahaan tersebut memiliki eksposur terhadap obligasi China.

Studi dari Bloomberg juga mengungkapkan bahwa cadangan perusahaan mencakup sejumlah besar pinjaman kepada platform cryptocurrency Celsius Network serta miliaran dolar dalam pinjaman jangka pendek untuk bisnis di China. Laporan ini semakin menambah kerumitan masalah Tether.

Kendati banyak tudingan mengarah ke tubuh Tether, para eksekutif perusahaan kripto itu dengan tegas menyangkal keterlibatan dalam kejahatan terorganisir dan menegaskan bahwa asosiasi ini tidak melibatkan perusahaan, melainkan merupakan urusan pribadi individu dalam konteks yang tidak terkait.