JAKARTA - Kementerian telekomunikasi Irak mengumumkan bahwa larangan penggunaan aplikasi pesan Telegram akan dicabut pada Minggu, 13 Agustus yang sebelumnya diberlakukan dalam minggu ini, dengan alasan kekhawatiran terkait keamanan dan kebocoran data dari lembaga negara dan warga negara.
Aplikasi ini banyak digunakan di Irak untuk berkomunikasi melalui pesan, namun juga sebagai sumber berita dan untuk berbagi konten. Beberapa saluran di dalam aplikasi ini berisi data pribadi termasuk nama, alamat, dan hubungan keluarga dari warga Irak.
Kementerian mengatakan dalam pernyataan bahwa keputusan untuk mencabut larangan ini diambil setelah "perusahaan yang memiliki platform ini merespons permintaan dari otoritas keamanan yang meminta perusahaan tersebut untuk mengungkap entitas yang bocor data warga."
Perusahaan tersebut juga "menunjukkan kesiapannya untuk berkomunikasi dengan otoritas terkait...," tambah pernyataan tersebut.
BACA JUGA:
Sebagai tanggapan atas permintaan komentar dari Reuters, seorang anggota tim pers Telegram mengatakan bahwa "mengunggah data pribadi tanpa persetujuan melanggar ketentuan layanan Telegram dan konten seperti itu rutin dihapus oleh moderator kami."
"Kami dapat mengonfirmasi bahwa moderator kami telah menutup beberapa saluran yang berbagi data pribadi. Namun, kami juga dapat mengonfirmasi bahwa tidak ada data pengguna pribadi yang diminta oleh Telegram dan tidak ada yang dibagikan," ungkap Telegram.
Minggu lalu, kementerian mengatakan bahwa perusahaan tersebut tidak merespons permintaannya untuk menutup platform yang bocor data dari lembaga negara dan data pribadi warga negara.