JAKARTA - Menandai 11 tahun Curiosity milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika (NASA) di Mars, penjelajah saat ini sedang menyelidiki lokasi yang dijuluki Jau.
Jau merupakan perhentian dalam perjalanan Curiosity ke kaki Gunung Sharp di Planet Merah tersebut, yang memiliki lusinan kawah tumbukan.
Gunung Sharp sendiri merupakan gunung setinggi 5 kilometer yang tertutup danau dan aliran sungai miliaran tahun yang lalu.
Setiap lapisan gunung terbentuk di era iklim kuno Mars yang berbeda, dan semakin tinggi Curiosity, makin banyak ilmuwan belajar tentang bagaimana lanskap planet berubah dari waktu ke waktu.
Jalan mendaki gunung selama beberapa bulan terakhir membutuhkan pendakian paling sulit yang pernah dilakukan Curiosity.
Robot penjelajah harus melibas tanjakan curam dan medan yang lebih berisiko. Meski begitu, Curiosity masih aman terhadap tiga tantangan yang ditimbulkan oleh lereng ini.
Lereng tersebut memiliki tanjakan tajam 23 derajat, pasir licin, dan batu yang sekukuran roda penjelajah. Tapi, dia berhasil melewatinya.
"Jika Anda pernah mencoba menaiki gundukan pasir di pantai dan pada dasarnya itulah yang kami lakukan. Anda tahu itu sulit, tetapi ada juga batu-batu besar di sana," kata seorang pengemudi penjelajah Curiosity di NASA Jet Laboratorium Propulsi (JPL), Amy Hale dalam sebuah pernyataan, dikutip Senin, 7 Agustus.
Diketahui, Curiosity memang berada jauh di Mars tetapi dia dikendalikan oleh tim misi di Bumi, termasuk oleh Hale. Mereka tidak mengoperasikan penjelajah dalam waktu nyata, instruksi dikirim ke Mars pada malam sebelumnya, dan data kembali ke Bumi hanya setelah robot menyelesaikan pekerjaannya.
Tim misi ini bekerja sama dengan para ilmuwan untuk mencari tahu ke mana harus mengarahkan Curiosity, gambar apa yang akan diambil, dan target mana yang akan dipelajari menggunakan instrumen pada lengan robotik setinggi 2 meter.
Namun, tim misi juga selalu waspada terhadap bahaya. Mereka harus menulis perintah untuk menghindari batu runcing dan meminimalkan kerusakan pada roda Curiosity.
Beruntungnya, Curiosity tidak pernah dalam bahaya saat mendaki ke Jau. Dalam perjalananya, penjelajah menemukan dirinya dalam kedua skenario pada beberapa kesempatan.
“Kami pada dasarnya bermain bingo kesalahan. Setiap hari ketika kami masuk, kami menemukan bahwa kami bersalah karena satu dan lain hal," ujar pemimpin perencanaan rute strategis Curiosity di JPL, Dane Schoelen.
Alih-alih terus berjuang dengan jalur aslinya, Schoelen dan rekan-rekannya membuat jalan memutar ke samping, mengincar tempat yang kira-kira berjarak 150 meter di mana tanjakan tak terlalu curam.
Perencana Schoelen mengandalkan citra dari Mars Reconnaissance Orbiter NASA untuk mendapatkan gambaran kasar tentang medan, tetapi gambar yang diambil dari luar angkasa tidak dapat menunjukkan dengan tepat seberapa curam lerengnya atau apakah ada batu besar di sana.
BACA JUGA:
Jalan memutar akan menambah beberapa minggu perjalanan ke Jau, kecuali medan menyembunyikan lebih banyak kejutan. Jika demikian, jalan memutar itu mungkin sia-sia, dan tim misi harus terus mencari jalur lain ke atas Gunung Sharp.
“Rasanya luar biasa akhirnya bisa melewati punggung bukit dan melihat pemandangan yang menakjubkan itu,” ungkap Schoelen.
“Saya bisa melihat gambar Mars sepanjang hari, jadi saya benar-benar bisa merasakan lanskapnya. Saya sering merasa seperti sedang berdiri tepat di sebelah Curiosity, melihat kembali seberapa jauh ia telah mendaki," imbuhnya.
Sejak pendakian yang sulit, tim misi dan para ilmuwan Curiosity telah menyelesaikan penyelidikan gugusan kawah Jau.
Gugusan itu sangat umum di Mars dan dapat terbentuk ketika sebuah meteor pecah di atmosfer planet atau ketika fragmen terlempar oleh dampak meteoroid yang besar serta lebih jauh.
Para ilmuwan ingin memahami bagaimana batuan yang relatif lunak di medan yang diperkaya garam memengaruhi cara kawah terbentuk dan berubah seiring waktu.
Terlepas dari semua itu, Curiosity akan segera berangkat lagi untuk menjelajahi area baru yang lebih tinggi di Gunung Sharp.