Bagikan:

JAKARTA - Balaji Srinivasan, mantan kepala petugas teknologi di Coinbase, mengungkapkan keprihatinannya terhadap mata uang digital bank sentral (CBDC) yang memberikan otoritas moneter kontrol penuh atas uang. Pada hari Selasa, Srinivasan menulis di Twitter bahwa jika bank sentral memiliki kendali mutlak atas semua penggunaan uang, hal ini tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.

Pernyataan Srinivasan ini merujuk pada ucapan Agustín Carstens, General Manager Bank of International Settlements (BIS), dalam sebuah konferensi video yang diadakan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) pada tahun 2020. Carstens menyatakan bahwa dengan adanya CBDC, bank sentral akan memiliki kendali mutlak atas aturan dan regulasi yang mengatur penggunaan ekspresi kewajiban bank sentral serta teknologi untuk menegakkannya.

Srinivasan mengkritik pandangan tersebut dengan menyebutnya sebagai bentuk kontrol terpusat yang mirip dengan komunisme, di mana semua sumber daya dikendalikan oleh birokrat yang tidak terpilih. Komentar Srinivasan ini memicu diskusi di Twitter tentang kebebasan ekonomi dan dampak CBDC terhadapnya.

Pada saat yang sama, Bank of International Settlements (BIS) merilis survei tentang CBDC dan aset kripto. Hasil survei menunjukkan bahwa pada tahun 2022, 93% dari 86 bank sentral yang disurvei terlibat dalam pekerjaan terkait CBDC, dan lebih dari separuhnya telah melakukan uji coba terkait hal ini. Hal ini menunjukkan bahwa bank sentral di seluruh dunia semakin tertarik dan terlibat dalam pengembangan CBDC.

Diskusi seputar mata uang digital bank sentral (CBDC) terus berlanjut, dengan pandangan yang beragam tentang dampaknya terhadap kebebasan ekonomi dan prinsip demokrasi. Sementara beberapa orang mengkhawatirkan kontrol terpusat yang dimiliki oleh bank sentral, yang lain melihat potensi keuntungan dan efisiensi yang dapat ditawarkan oleh CBDC. Perdebatan ini terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan dalam sistem keuangan global.