Bagikan:

JAKARTA - Permasalahan antara Kraken dan lembaga pemerintah AS terus berlanjut. Kraken, bursa kripto yang terkenal, telah diperintahkan untuk memberikan informasi sensitif pengguna kepada klien yang telah melakukan total transaksi lebih dari 20.000 dolar AS (setara Rp300 jutaan) selama setahun.

Badan pajak, Internal Revenue Service (IRS), mengungkapkan bahwa mereka ingin menentukan apakah para investor kripto telah melaporkan pajak mereka dengan jujur. Pada awal tahun ini, IRS mengajukan petisi pengadilan awal di Distrik Utara California, menyatakan bahwa mereka telah mengeluarkan surat panggilan kepada bursa tersebut pada tahun 2021 yang diabaikan oleh Kraken.

Badan pajak tersebut juga ingin memeriksa kewajiban pajak para pengguna yang telah melakukan transaksi dalam jumlah yang disebutkan di atas antara tahun 2016 dan 2020. Hakim Joseph Spero telah memerintahkan Kraken untuk menyerahkan informasi yang diminta oleh IRS.

Dalam hal ini Kraken harus memberikan informasi termasuk nama pengguna, nama samaran (jika ada), nomor pokok wajib pajak, nomor telepon, email, alamat fisik, dan tanggal lahir. Namun, Hakim Spero tampaknya menolak permintaan IRS untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci mengenai sumber kekayaan pengguna dan data pekerjaan.

Kraken adalah salah satu entitas kripto pertama yang berada di bawah cakupan regulasi lembaga pemerintah AS lainnya, yaitu Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC). Beberapa bulan sebelum SEC mengejar Binance, Coinbase, dan beberapa aset digital lainnya, mereka telah mencapai kesepakatan dengan Kraken untuk menghentikan layanan staking dan membayar ganti rugi sebesar 30 juta dolar AS (sekitar Rp451 miliar) dalam bentuk ganti rugi, bunga prasangka, dan hukuman perdata.

Perintah ini menunjukkan adanya peningkatan perhatian pemerintah AS terhadap pajak dan regulasi dalam industri kripto. Para pengguna dan pelaku di pasar kripto harus memahami kewajiban pajak mereka dan mematuhi peraturan yang berlaku untuk menghindari konsekuensi hukum yang mungkin timbul.