JAKARTA - OpenAI dituduh mencuri data pribadi ratusan juta pengguna internet untuk melatih chatbot berbasis Kecerdasan Buatan (AI), ChatGPT-nya. Tuduhan itu dilayangkan dalam gugatan class action oleh Firma Hukum Clarkson.
Dalam pengaduannya yang diajukan di pengadilan Distrik California Utara, Amerika Serikat (AS) belum lama ini, Clarkson menyatakan ChatGPT dan DALL-E dapat beroperasi dengan menggunakan informasi pribadi yang dicuri.
Data itu berasal dari ratusan juta pengguna internet, termasuk anak-anak dari segala usia, tanpa persetujuan atau pengetahuan mereka.
“Menggunakan informasi pribadi yang dicuri dan disalahgunakan dalam skala besar, (OpenAI telah) menciptakan AI yang kuat dan sangat menguntungkan dan merilisnya ke dunia tanpa memperhatikan risikonya,” ujar Clarkson dalam gugatan.
Memang, bukan rahasia lagi OpenAI melatih model bahasanya yang besar dengan mengumpulkan 300 miliar kata dari internet, termasuk juga artikel, blog, postingan Wikipedia, dan postingan dari situs media sosial seperti Twitter serta Reddit.
Namun, Clarkson menyayangkan, OpenAI melakukannya secara rahasia, dan tanpa mendaftar sebagai pialang data seperti yang diwajibkan menurut hukum yang berlaku, seperti dikutip dari Mashable, Sabtu, 1 Juli.
Dengan ini, Clarkson menambahkan OpenAI dan mitranya Microsoft tentu saja dapat meraup untung besar dari hal tersebut.
"Setiap pengguna baru dan dolar yang diperoleh mewakili korban lain yang dirugikan secara finansial oleh penyalahgunaan informasi pribadi mereka secara komersial," ungkap Clarkson.
BACA JUGA:
Terakhir, gugatan itu juga menuntut pengadilan distrik AS untuk memaksa OpenAI sementara berhenti menawarkan ChatGPT hingga dapat menerapkan berbagai perlindungan.
Misalnya saja, menyiapkan dewan AI independen yang akan menentukan bagaimana produk OpenAI akan digunakan di masa mendatang. Bahkan, perusahaan juga dituntut membayar ganti rugi karena mengorek data orang tanpa persetujuan mereka.
"Kami tidak mampu membayar biaya hasil negatif dengan AI seperti yang telah kami lakukan dengan media sosial, atau seperti yang kami lakukan dengan nuklir. Sebagai masyarakat, harga yang harus kami bayar terlalu mahal," tutur Clarkson.