Bagikan:

JAKARTA - Berbekal cadangan nikel terbesar di dunia dan larangan ekspor bijih nikel, Indonesia menjadi negara yang sangat diperlukan untuk industri kendaraan listrik, karena jenis industri ini  banyak menggunakan logam tersebut.

Hanya dalam tiga tahun, Indonesia telah menandatangani lebih dari selusin kesepakatan senilai lebih dari 15 miliar dolar AS (Rp 225 triliun) untuk produksi baterai dan kendaraan listrik di dalam negeri dengan produsen utama termasuk Hyundai Motor, LG Group dan Foxconn.

Selanjutnya adalah raksasa Tesla Inc, pembuat mobil listrik paling berharga di dunia. Presiden Joko Widodo bahkan telah melakukan segala upaya untuk meyakinkan CEO Elon Musk untuk memproduksi kendaraan listrik atau baterai di Tanah Air.

“Saya sangat yakin industri ini akan tumbuh cepat, akan tumbuh sangat cepat,” kata  Jokowi itu dalam wawancara dengan Reuters pekan lalu.

Menurut Survei Geologi AS, Indonesia saat ini memiliki total 21 juta ton cadangan terbukti dengan kandungan nikel. Jumlah itu hampir seperempat dari cadangan nikel dunia.

Menurut International Nickel Study Group  Indonesia  menambang 1,4 juta ton nikel pada Januari-November tahun lalu. Jumlah itu jauh di depan produsen terbesar kedua, Filipina, yang menambang 290.000 ton pada periode yang sama, dan lebih dari dua kali lipat produksi Indonesia sebesar 606.000 ton pada tahun 2018.

Jokowi telah melarang ekspor bijih nikel pada tahun 2020, tetapi mengizinkan ekspor produk nikel bernilai lebih tinggi, yang memaksa perusahaan untuk memproses dan memproduksi di dalam negeri.

Ekspor nikel olahan Indonesia kemudian membengkak menjadi lebih dari  30 miliar dolar AS (Rp 450 triliun) pada tahun 2022 dari sekitar  1 miliar dolar AS (Rp15 triliun) pada tahun 2015.

Menurut Badan Energi Internasional,  Indonesia diperkirakan akan menyumbang setengah dari peningkatan produksi nikel global antara tahun 2021 dan 2025 Ini karena permintaan kendaraan listrik melonjak. Setiap kendaraan menggunakan hingga 40 kg nikel.

"Pemerintah Indonesia sedang membangun keseluruhan rantai nilai untuk melayani pabrik kendaraan listrik," kata Victor Chin, konsultan utama di perusahaan konsultan logam CRU, dikutip Reuters.

“Jadi masuk akal saja jika Tesla mempertimbangkan Indonesia, baik untuk gigafactory maupun manufaktur mobil,” ujarnya.

Target Musk adalah menjual 20 juta kendaraan listrik pada tahun 2030, lebih dari 15 kali lipat dari penjualan 1,3 juta kendaraan Tesla pada tahun 2022. Untuk itu, perlu membangun tujuh atau delapan "gigafactories" lagi,  yakni fasilitas yang memproduksi mobil listrik baterai dalam skala besar, rata-rata satu setiap 12 bulan atau lebih.

Indonesia memiliki target ambisius yang serupa, Jokowi mengatakan dalam wawancara bahwa ekspor nikel dapat tumbuh 200 kali lipat dari tingkat larangan pra-ekspor sekitar  1 miliar dolar AS (Rp15 triliun) jika negara berhasil membangun ekosistem kendaraan listrik.

Perusahaan pertambangan Brasil Vale telah memperkirakan lonjakan permintaan nikel sebesar 44% pada tahun 2030 dari level tahun 2022 karena tingginya permintaan baterai yang ditujukan untuk kendaraan listrik.

Jokowi tidak memberikan batas waktu untuk pertumbuhan ekspor, tetapi mengatakan Indonesia menargetkan untuk membangun rantai pasokan terintegrasi untuk baterai kendaraan listrik pada tahun 2027.

Langkah lain, Indonesia juga akan melarang ekspor bijih tembaga dan bauksit pada Juni 2023, yang keduanya digunakan dalam produksi kendaraan listrik.

Sementara larangan ekspor nikel telah ditentang di Organisasi Perdagangan Dunia oleh Uni Eropa. Bahkan WTO memutuskan mendukung UE, tetapi Indonesia telah mengajukan banding.

Namun keberhasilan Indonesia telah mendorong negara lain untuk meniru langkahnya. Kini Filipina berencana mengenakan pajak ekspor bijih nikel untuk mendorong penambang berinvestasi dalam pengolahan.

Perkembangan industri di Indonesia merupakan proyek kesayangan Jokowi. Dia telah mengambil sendiri untuk meyakinkan Musk untuk berinvestasi di Indonesia, mengadakan pembicaraan dengan kepala Tesla dua kali.

Pekan lalu, Jokowi mengatakan dia bahkan telah menawarkan kepada Tesla konsesi pertambangan nikel dan keringanan pajak untuk berinvestasi di negara tersebut, dan dia yakin kesepakatan akan diselesaikan.

Sementara Tesla sedang mencari pusat manufaktur tambahan, belum ada komentar mengenai rencana perusahaan di Indonesia. Korea Selatan, Kanada, dan Meksiko juga telah mencoba memikat produsen mobil tersebut.

Perusahaan telah menandatangani kontrak pengadaan nikel senilai sekitar  5 miliar dolar AS dari perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Salah satu bidang yang menjadi perhatian calon investor adalah dampak lingkungan industri pertambangan nikel dan penggunaan batubara di Indonesia untuk pembangkit listrik.

Proses pembuatan nikel yang cocok untuk baterai EV memiliki jejak karbon yang tinggi dan menghasilkan limbah yang dikhawatirkan para pecinta lingkungan dapat dibuang ke laut.

“Namun, pembuat mobil global berinvestasi atau mencari sumber dari Indonesia karena alternatif yang terbatas dan permintaan yang melonjak,” kata para analis.

"Tidak cukup perluasan kapasitas nikel di luar Indonesia. Produksi nikel Indonesia telah meningkatkan pangsanya dari kurang dari 20% menjadi hampir 50% dalam empat tahun terakhir," kata Soni Kumari dari ANZ.

“Bahkan pembeli dari pasar maju yang lebih sadar akan kredensial keberlanjutan akan terpaksa membeli dari Indonesia,” kata Kumari.

"Seiring permintaan nikel grade baterai yang terus tumbuh, perusahaan baterai dan mobil tidak bisa begitu saja mengabaikan (kritik) bahwa 'nikel Indonesia tidak cukup ramah lingkungan' ketika sebagian besar pertumbuhan di masa depan akan datang dari Indonesia," katanya.