JAKARTA - Beberapa bulan lalu pajak kripto di Indonesia yang tertuang dalam PMK 68 sudah mulai diterapkan. Selaku CEO Indodax, Oscar Darmawan melihat ini sebagai suatu hal yang positif.
Menurutnya, dengan adanya pajak kripto, itu akan menambah legalitas kripto sebagai komoditas digital yang diakui dan sah diperjualbelikan di mata hukum.
"Sebelum adanya pajak kripto, pajak yang harus dibayar adalah pajak PPH. Setelah adanya pajak final kripto pajaknya hanya 0,21%. Hal ini tentu merupakan hal yang positif. Apalagi eksekusinya pun cukup mudah karena Indodax sudah memungut pajak ketika nasabah bertransaksi di Indodax, " jelas Oscar dalam pernyataan yang diterima di Jakarta.
Oscar mengatakan bahwa ini merupakan big win bagi investor dan juga untuk pemerintah. Berdasarkan data dari pemerintah terakhir pun jumlah pajak kripto untuk pemerintah pun tembus ratusan miliar rupiah.
Perkembangan lain tentang kripto di Indonesia yang dianggap positif adalah munculnya kabar terkait pembuatan rupiah digital oleh Bank BI, yang juga disambut positif oleh Indodax dan merupakan sinyal baik untuk dapat meningkatkan ekosistem ekonomi digital.
BACA JUGA:
"Jika berbicara sesuatu yang digital tentu akan bagus untuk kripto. Jika rupiah digital akan segera terealisasi, akan membuat ekosistem digital lebih mudah diakses dan lebih mudah mengakses platform digital. Tentu saja ini sangat positif," kata Oscar.
Terkait dengan pengalihan pengawasan kripto ke OJK, Oscar percaya pemerintah memiliki tujuan yang positif dan tentu untuk perlindungan nasabah.
"Terus terang saya belum tahu dampak apa yang terjadi saat beralihnya pengawasan kripto ke OJK karena akan ada aturan yang keluar dalam 6 bulan ke depan," jelasnya.
Namun, Oscar yakin pemerintah sudah memikirkan hal ini sehingga tidak akan melakukan langkah yang akan menghambat industri dalam negeri.
"Saya pribadi berharap aturan yang keluar melindungi industri agar industri dalam negeri tidak mati. Jika industri dalam negeri mati, industri yang berjaya adalah industri luar negeri, orang orang akan trading di luar Indonesia, dan jika perusahaan global tersebut ada masalah likuiditas, yang akan dirugikan juga masyarakat Indonesia," tandasnya.