JAKARTA – Perusahaan pengiriman uang lintas-batas berbasis blockchain, Ripple, mendukung Inggris untuk menjadi pemimpin di bidang cryptocurrency. Untuk itu, Ripple menerbitkan whitepaper anyar guna menjelaskan bagaimana negara tersebut dapat menetapkan standar kripto dan jadi pusat mata uang digital sebagaimana Dubai dan Singapura.
Kendati begitu, Ripple tengah menghadapi gugatan dari Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC). Perusahaan yang dipimpin oleh Brad Garlinghouse itu mendapat dukungan dari sejumlah perusahaan terkemuka, termasuk Coinbase, TapJets, dan I-Remit.
Ripple sendiri ditunjuk oleh badan pengatur Inggris untuk memimpin dalam menyusun kerangka kerja aturan kripto. Pada hari Selasa, 15 November, Ripple mengeluarkan whitepaper peraturan yang menyarankan beberapa revisi yang diharapkan untuk RUU Pasar dan Layanan Keuangan Inggris. RUU ini akan menentukan kerangka peraturan kripto untuk Inggris.
Regulator pertama kali memperkenalkan RUU tersebut di hadapan Parlemen Inggris pada 20 Juli 2022. Pada bulan Oktober, anggota parlemen memberikan suara untuk memperkenalkan elemen tambahan yang mengatur regulasi kripto. Rekomendasi Ripple berpusat di sekitar pembentukan "kerangka kerja peraturan yang jelas yang membedakan antara berbagai jenis aktivitas aset kripto," tergantung pada profil risiko masing-masing.
"Inggris telah lama menjadi tuan rumah salah satu pusat keuangan terkemuka di dunia. Sekarang Inggris memiliki kesempatan untuk membangun fondasi ini untuk memanfaatkan gelombang inovasi keuangan global berikutnya dengan mengembangkan sektor aset kripto," tulis keterangan dalam Whitepaper tersebut, sebagaimana laporan CoinSpeaker.
BACA JUGA:
Whitepaper Bahas Dampak Lingkungan
Selain permasalahan aturan, Ripple juga membahas dampak lingkungan imbas penggunaan jaringan blockchain. Dalam whitepaper-nya, dampak lingkungan itu berbeda-beda, tergantung cara penambangan token dan validasi transaksi dalam jaringan.
Misalnya, platform blockchain Proof-of-Work (PoW) seperti Bitcoin membutuhkan lebih banyak daya komputasi untuk menambahkan blok baru ke jaringan. Di sisi lain, blockchain Proof-of-Stake (PoS) membutuhkan validator untuk menambang crypto untuk menyetujui transaksi. Jaringan blockchain seperti ini mengkonsumsi energi yang sangat sedikit dibandingkan dengan jaringan PoW.
Di sisi lain, Ripple mengklaim jaringan buku besar terdistribusinya menggunakan mekanisme yang berbeda dari kebanyakan blockchain pada umumnya. Pihak Ripple menyebutnya mekanisme Proof-of-Concensus (PoC) yang memerlukan node unik untuk menyetujui transaksi guna diproses dalam jaringan.
Ripple juga menyatakan bahwa untuk sementara ini jaringan blockchain XRPL merupakan yang paling ramah lingkungan dibandingkan mekansime PoW yang digunakan Bitcoin. Selain itu, Whitepaper juga menyoroti pentingnya edukasi penggunaan mata uang kripto.