Bagikan:

JAKARTA - Bertahun-tahun lamanya Indonesia diberi harapan palsu dengan wacana untuk segera mengadopsi jaringan internet 5G. Hingga kini pemerintah pun dinilai terlalu lambat untuk menyelesaikannya.

Berdasarkan laporan indeks adopsi 5G, Indonesia cukup tertinggal jauh dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam dalam urusan kesiapan jaringan 5G.

Sejatinya, operator seluler di Indonesia sudah mulai uji coba jaringan 5G sejak 2017. Tetapi hanya untuk penggunaan di sektor industri, bukan untuk konsumen komersial. 

Namun belum lama ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menunjukkan titik terang untuk segera menerapkan jaringan 5G. Hal itu terlihat saat pihak Kominfo mulai melakukan lelang slot frekuensi radio 2,3 GHz pada rentang 2.360 hingga 2.390 MHz.

Kominfo menyatakan penambahan pita frekuensi bisa meningkatkan kapasitas untuk layanan telekomunikasi kepada masyarakat. Pihaknya juga menyebut upaya ini guna mendukung transformasi digital di sektor ekonomi, sosial, dan pemerintahan.

"Seleksi pengguna pita frekuensi radio 2,3 GHz itu bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jaringan bergerak seluler, meningkatkan kualitas layanan secara maksimal, serta mendorong akselerasi penggelaran infrastruktur TIK dengan teknologi generasi kelima (5G)," jelas Kominfo dalam keterangan resminya, Jumat, 20 November.  

Lelang frekuensi tersebut sejatinya telah tercatat pada ketentuan dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2018 tentang Ketentuan Operasional dan Tata Cara Perizinan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.

Nantinya, jaringan 5G akan menawarkan aplikasi-aplikasi baru dengan spesifikasi yang lebih tinggi dan layanan yang lebih baik dibandingkan 4G, serta membuka peluang bisnis baru baik untuk operator seluler, penyedia platform maupun pelaku usaha lainnya.

Meski terlihat menggiurkan, tetapi dalam mengadopsi jaringan 5G ini, pemerintah akan memiliki pekerjaan rumah (PR) seperti ekosistem masyarakat, infrastruktur hingga regulasi.

Menurut Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) KemKominfo Ismail, sebagaimana dikutip dari Katadata, ada dua tantangan penting yang harus diatasi dalam pengembangan 5G di Indonesia. Pertama, fiberisasi kabel atau upaya memodernisasi jaringan dengan cara menghubungkan BTS melalui jalur fiber. 

"Akan terjadi perlambatan atau bottlenecking di jaringan masing-masing operator, sehingga masyarakat tidak memperoleh manfaat 5G secara maksimal," ungkap Ismail.

Untuk itu, seluruh base transceiver station (BTS) harus diperbarui. Lainnya, seperti peranti pengirim sinyal gelombang mikro (microwave) pada kabel diubah menjadi fiber optik. Tanpa fiberisasi, kecepatan internet dengan penerapan 5G tidak akan maksimal.

Ia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama dari penerapan 2G hingga 4G. Oleh karenanya, infrastruktur termasuk jaringan fiber ingin dipersiapkan terlebih dulu sebelum menerapkan 5G.

Adapun ditahap kedua, harmonisasi regulasi dengan pemerintah daerah (pemda). Hal ini guna memberikan kemudahan dan fleksibilitas lebih kepada operator telekomunikasi dalam mengakses tiang, saluran, dan gedung saat membangun jaringan 5G.

Di sisi lain, Ismail menyatakan awal tahun ini pun sempat beberapa kali telah meminta operator dapat segera mungkin menyelesaikan pembangunan infrastruktur BTS yang tersambung ke kabel fiber optik untuk jaringan 5G. Pembangunan diharapkan bisa dilakukan sebelum pemerintah membebaskan frekuensi pita yang bisa digunakan operator untuk menggelar jaringan 5G. 

"Tidak kalah pentingnya bahwa sebelum bicara 5G, operator semua itu harus persiapkan fiberisasi, harus koneksi antar BTS dengan kabel optik. Fiberisasi dalam masa era 4G sudah bisa dilakukan," kata Ismail.

Sejauh Mana Pemerataan 4G?

Meski sudah menggembar-gemborkan akan segera mengadopsi jaringan 5G, tetapi pada kenyataanya masih banyak wilayah di Indonesia belum mendapatkan jaringan 4G.

Pernyataan itu disampaikan pula oleh Menteri KemKominfo Johnny G Plate beberapa waktu lalu. Johnny menyatakan bahwa masih ada di wilayah 3T (Terluar, Terdepan dan Tertinggal) yang hingga kini belum merasakan manfaat jaringan 4G.

"Masih terdapat 12.548 desa dan kelurahan yang belum terlayani 100 persen 4G di Indonesia. Sebanyak 9.113 desa dan kelurahan di daerah 3T atau tertinggal, terdepan dan terluar serta 3.435 desa dan kelurahan Non 3T," jelas Johnny.

Menurut penuturan Johnny, sebanyak 12.548 desa dan kelurahan daerah 3T akan menjadi tanggungjawab BAKTI untuk merealisasikan jaringan 4G, sedangkan 3.435 desa dan kelurahan Non 3T akan diselesaikan oleh operator seluler.

Kendati demikian, Johnny menambahkan dari total 83.218 desa dan kelurahan di Indonesia, 70.670 di antaranya sudah terjangkau layanan 4G. Kominfo menargetkan pada 2022 nanti seluruh daerah Indonesia sudah terlayani akses internet 4G.

Lebih lanjut, belum lama ini dikatakan Telkomsel secara resmi mengumumkan kehadiran BTS 4G LTE di Oepoli, Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Infrastruktur tersebut sudah mulai beroperasi sejak awal November 2020. 

Telkomsel mengungkapkan, upaya ini menjadi bagian dari komitmen mereka untuk terus mendorong pemerataan akses broadband dalam mendukung berbagai aktivitas digital masyarakat, termasuk di daerah 3T, serta wilayah perbatasan negara.

Jaringan 5G (google)

Negara yang Sudah Adopsi 5G

Diketahui Korea Selatan memang selalu menjadi terdepan dalam berbagai aspek, bukan hanya budayanya tetapi juga dalam percepatan teknologi. Ya, Korea Selatan (Korsel) menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan jaringan 5G.

Jaringan 5G itu telah dapat dinikmati oleh warga Korsel sejak Januari awal tahun ini, dan belum genap setahun usianya, layanan tersebut sudah menjangkau 85 kota.

Pemerintah Korsel selanjutnya akan menjangkau 90 persen wilayah pada 2026 dengan kembali menggandeng tiga operator yakni SK Telecom, LG Uplus dan KT Corp.

Tidak hanya Korsel, China dan Amerika Serikat (AS) pun turut mengadopsi 5G. Sebanyak 50 negara bagian AS pun sudah menyediakan jaringan 5G sejak Januari 2020 lalu. Bahkan, operator seluler AT&T telah menawarkan layanan 5G+ di 35 kota.

Di Eropa, negara seperti Austria, Estonia, Finlandia, Jerman, Hungaria, Irlandia, Italia, Latvia, Lithuania, Monaco, Polandia, Rumania, San Marino, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris sudah mulai membangun tower-tower jaringan 5G.

Untuk kawasan Amerika Utara dan Selatan, pembangunan jaringan 5G dilakukan di  Suriname, Trinidad & Tobago, Kanada, dan Uruguay. Bahkan wilayah Timur Tengah dan Afrika juga sudah mulai mengadopsi jaringan 5G, seperti Bahrain, Kuwait, Lesotho, Oman, Qatar, Arab Saudi, Afrika Selatan, UEA.

Beberapa negara tetangga Indonesia, seperti Australia, Maladewa, Selandia Baru, Filipina, telah lebih dulu mengadopsi jaringan 5G. Sejumlah manufaktur industri di Taiwan dan Hong Kong juga mulai memanfaatkan jaringan teknologi tersebut.