Bagikan:

JAKARTA – Pada 20 Juli 1969 badan antariksa Amerika Serikat (NASA) berhasil mendaratkan manusia pertama di bulan, Neil Armstrong  bersama rekannya Buzz Aldrin. NASA memang berhasil mendaratkan manusia, namun saat itu belum diketahui apakah ada lokasi di bulan yang bisa ditempati manusia.

Bulan merupakan satelit alami Bumi yang kerap menjadi objek penelitian para ilmuwan. Selain itu, para ilmuwan juga meneliti apakah bulan memiliki goldilock atau tidak, yang merupakan kawasan layak huni.

Mengingat suhu di bulan sangat ekstrem, di mana kawasan tertentu di bulan mengalami panas hingga 260 derajat Celsius di siang hari. Sementara pada malam hari, suhu bulan turun drastis hingga minus 173 derajat Celsius.

Para ilmuwan telah menemukan suhu terpanas di Bulan bersamaan dengan temuan sekitar 200 lubang yang menjadi zona goldilock dan diklaim mendekati suhu rata-rata di San Fransisco.

Menurut hasil analisis para ilmuwan, 200 lubang di bulan itu memiliki suhu rata-rata 17 derajat Celsius. Itu artinya, lokasi tersebut sempurna untuk jadi tempat berlindung manusia dari suhu ekstrem permukaan bulan.

Lubang-lubang tersebut juga disebut bisa melindungin para astronot dari sejumlah bahaya angkasa seperti angin matahari, mikrometeorit, dan pancaran sinar kosmik.

Para peneliti mengungkapkan bahwa sejumlah lubang tersebut mengarah ke gua-gua yang bersuhu hangat. Lubang-lubang yang sebagian teduh dan gua-gua gelap ini bisa ideal untuk pangkalan bulan, kata para ilmuwan.

“Bertahan di malam bulan sangat sulit karena membutuhkan banyak energi, tetapi berada di lubang dan gua ini hampir seluruhnya menghilangkan persyaratan itu,” kata Tyler Horvath, seorang mahasiswa doktoral dalam ilmu planet di University of California, Los Angeles dan penulis utama pada penelitian yang didanai NASA yang diterbitkan secara online 8 Juli di jurnal Geophysical Research Letters, kepada Live Science pada 31 Juli 2022.

Pengorbit SELENE (SELenological and ENGineering Explorer) yang dioperasikan oleh Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) menemukan lubang pertama di permukaan bulan pada tahun 2009. Kamera termal Diviner Lunar Radiometer Experiment pada robot NASA Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) digunakan untuk penelitian baru ini.

Dua hingga tiga dari 200 lubang yang ditemukan memiliki ceruk yang mengarah ke gua. Sebanyak 16 diantaranya tampaknya merupakan "langit-langit" tabung lava yang runtuh.

Di Bumi, tabung lava adalah gua berongga yang ditemukan di dekat permukaan di daerah vulkanik. Dua lokasi tersebut berada di Tenerife di Kepulauan Canary dan Gua Kazumura di Taman Nasional Gunung Api Hawaii. Lebih lanjut peneliti menjelaskan terbentuknya lubang-lubang berongga tersebut.

Lubang-lubang yang ada di Bulan tidak terlalu jauh dari lokasi dua pendaratan misi Apollo NASA. Jarak antara lubang Tranquillitatis dan lokasi pendaratan Apollo 11 dan Apollo 17 sebenarnya sama, sekitar 375 km.

Studi ini awalnya dimaksudkan untuk memberikan panduan awal untuk misi yang diusulkan oleh Laboratorium Propulsi Jet NASA untuk tahun 2020 dan akan mengirim penjelajah ke lubang Tranquillitatis untuk menyelidiki gua yang mungkin ada.

Untuk lebih memahami sejarah awal dan evolusi bulan, Horvath menyarankan bahwa penjelajah ini akan dapat memeriksa lapisan aliran lava yang dicitrakan LRO di dinding lubang.

“Dari orbit, tidak banyak yang bisa dipelajari tentang lubang-lubang ini, tetapi jika kita melakukan perjalanan ke satu secara langsung, ada banyak yang harus dipelajari,” ujar Horvath, sebagaimana dirangkum dari LiveScience.