Bagikan:

JAKARTA - Kasus kebocoran data pengguna kian marak terjadi, tak hanya situs atau platform asing tapi juga laman startup Indonesia. Peristiwa ini juga memperlihatkan bagaimana UU Perlindungan Data Pribadi yang sangat dibutuhkan. 

Hal tersebut diungkapkan Chairman dari Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC (Communication and Information System Security Research Center), Pratama Persadha untuk memaksa PSTE (Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik) membangun sistem yang kuat dan bertanggungjawab bila terjadi breach data. 

"Peristiwa ini juga memperlihatkan betapa UU Perlindungan Data Pribadi sangat dibutuhkan, karena kita mengerti tidak ada sistem yang sempurna dan aman 100 persen," kata Pratama dalam keterangan yang diterima VOI, Selasa, 3 November.

UU PDP, menurut Pratama, seharusnya bisa mendorong setiap PSTE untuk memenuhi standar minimal sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kebocoran data. Apakah sistemnya sudah memenuhi standar keamanan atau nantinya akan ditentukan UU PDP serta aturan turunannya.

"Ada tidaknya UU PDP, seharusnya semua lembaga, baik swasta maupun milik negara harus meningkatkan keamanan siber pada sistemnya, baik dari sisi SDM, infrastruktur maupun tools pembantu lainnya," dia menambahkan.

Diketahui, kebocoran data Cermati.com itu pertama kali diketahui lewat Raidforums, di mana data pengguna startup tersebut diperjualbelikan oleh username Expertdata sebanyak 2,9 juta user. Sebagian data pengguna yang diambil seperti KTA, asuransi sampai kartu kredit.

Selain Cremati.com, ada juga 1,1 juta kebocoran data pengguna yang terjadi di sistem Redmart Singapura dibawah naungan Lazada. Sistemnya sudah terintegrasi sejak 2019, Redmart sendiri diakuisisi Lazada sejak 2016.