JAKARTA - Toyota Motor Corp menolak kritik yang mengatakan lambannya keputusan mereka mengadopsi kendaraan listrik baterai (BEV). Mereka beralasan perlu menawarkan berbagai pilihan mobil agar sesuai dengan pasar dan pelanggan yang berbeda.
Pada pertemuan umum tahunan pada Rabu, 15 Juni, produsen mobil terbesar di dunia berdasarkan penjualan ini menyatakan bahwa mereka akan tetap dengan teknologi yang ada saat ini, termasuk kendaraan sel bahan bakar dan hibrida yang selama dua dekade terakhir menjadikannya pemimpin dalam penjualan mobil di dunia.
Terlepas dari kekhawatiran tentang strategi elektrifikasinya, eksekutif Toyota menangani berbagai pertanyaan tentang rencana suksesi CEO hingga kekurangan chip yang sedang berlangsung.
Pernah menjadi favorit para pencinta lingkungan untuk model Prius hibridanya yang populer, Toyota mendapat kecaman karena tidak menghapus mobil bertenaga bensin secara bertahap. Sebaliknya, Toyota dituding melakukan lobi intensif tentang kebijakan perubahan iklim dunia.
"Tujuannya adalah netralitas karbon," kata Chief Technology Officer Toyota, Masahiko Maeda, dalam pertemuan tersebut. Ia menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh dana pensiun Denmark AkademikerPension, yang juga meminta Toyota untuk menahan diri dalam melobi untuk melemahkan transisi mobil pembakaran inte4rnal ke BEV.
“Namun, pelanggan harus memilih," kata Maeda, untuk mempopulerkan mobil listrik yang menyertakan hibrida plug-in. Menurutnya, berbagai pilihan harus tersedia dan pembuat mobil tidak boleh mempersempitnya.
"Toyota menggunakan dalih pilihan pelanggan untuk menghindari dalam menjawab pertanyaan tentang aktivitas lobi ... untuk memperlambat transisi menuju mobil bebas bahan bakar fosil," kata AkademikerPension dalam sebuah pernyataan setelah RUPS.
"Sebagai investor, kami mengharapkan lebih banyak pada tahun 2022 dengan latar belakang krisis iklim yang mengancam untuk membatasi lebih dari pilihan pelanggan dalam waktu yang tidak terlalu lama."
Toyota berpendapat bahwa mobil hibrida masih masuk akal di pasar saat ini, di mana infrastruktur mobil listrik dianggap belum siap untuk mendukung perpindahan yang lebih cepat ke BEV. Mereka juga menyatakan sedang menjajaki kelayakan bahan bakar hijau untuk mobil bermesin pembakaran internal, termasuk hidrogen.
“Ada kesenjangan antara Toyota, yang mendekati dekarbonisasi dengan cara "pragmatis", dan kelompok lingkungan yang menyerukan tindakan segera,” kata Seiji Sugiura, analis senior di Tokai Tokyo Research Institute.
Dalam kondisi sama, menurutnya, Toyota telah bekerja untuk memangkas emisi gas rumah kaca dari tahap produksi kendaraan.
BACA JUGA:
Toyota tahun lalu berkomitmen untuk menghabiskan 8 triliun yen (Rp 866 triliun) pada tahun 2030 untuk melistriki mobilnya. Setengahnya digunakan untuk pengembangan kendaraan listrik sepenuhnya. Namun, mereka memperkirakan penjualan tahunan mobil tersebut hanya mencapai 3,5 juta kendaraan pada akhir dekade ini, atau sekitar sepertiga dari penjualan saat ini.
Baru bulan lalu, Toyota meluncurkan kendaraan listrik pertama yang diproduksi secara massal di dalam negeri, meskipun hanya untuk sewa. Mereka menyatakan model hibrida, bensin-listrik, tetap jauh lebih populer di Jepang.
CEO Berikutnya
Ditanya tentang perencanaan suksesi, Chief Executive Officer Akio Toyoda, yang telah memimpin perusahaan selama 13 tahun, mengatakan dia "memikirkan waktu dan pemilihan pengganti." Namun hingga kini belum ada indikasi bahwa Toyoda berencana untuk mundur.
Toyoda, 66 tahun, cucu dari pendiri perusahaan Kiichiro Toyoda, mengarahkan perusahaan melalui fase gelap ketika penjualan Toyota merosot setelah penarikan jutaan kendaraan dan perusahaan melaporkan kerugian miliaran dolar.
"Saya akan memilih seseorang yang memahami filosofi perusahaan sebagai penerus saya," tambahnya.
Toyoda telah berusaha untuk mereformasi budaya perusahaan Toyota, dan menghabiskan lebih banyak waktu dengan eksekutif muda dan mengurangi beberapa posisi senior.
Pada tahun 2020, ia menunjuk veteran perusahaan Maeda dan Kenta Kon ke posisi teratas. Keduanya berusia 51 tahun pada saat itu, ini usia yang relatif muda untuk eksekutif puncak Toyota.
Toyota, yang menjual 10,5 juta kendaraan pada tahun 2021, jauh melampaui saingan terdekat Volkswagen AG, telah berulang kali memangkas produksi tahun ini karena adanya gangguan krisis chip global.
“Perusahaan memperkirakan kekurangan chip akan terus berlanjut, meskipun ada tanda-tanda perbaikan,” kata kepala kelompok pembeliannya, Kazunari Kumakura, pada Rabu, 15 Juni.