Bagikan:

JAKARTA - Beberapa astronot yang mengunjungi Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) sering melakukan perpanjangan misi dari waktu yang ditentukan, tetapi hal itu dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

Para peneliti dari Oregon Health & Science University serta ilmuwan di seluruh negeri menemukan adanya perubahan pada ruang berisi cairan atau yang dijuluki perivaskular, di sepanjang pembuluh darah dan arteri otak astronot yang kerap melakukan perpanjangan misi di luar angkasa.

"Temuan ini memiliki implikasi penting saat kami melanjutkan eksplorasi ruang angkasa. Ini juga memaksa Anda untuk memikirkan beberapa pertanyaan mendasar tentang sains dan bagaimana kehidupan berevolusi di Bumi," ungkap penulis senior Juan Piantino, MD, asisten profesor pediatri (neurologi) di OHSU School of Medicine.

Sebanyak 15 astronot terlibat dalam penelitian ini, dan otak mereka diteliti sebelum dan sesudah melaksanakan perpanjangan misi di ISS. Untuk melihat otak astronot, para peneliti menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mengukur ruang perivaskular pada otak para astronot.

Mereka juga melakukan pengukuran MRI lagi pada satu, tiga dan enam bulan setelah mereka kembali. Gambar astronot dibandingkan dengan yang diambil dari ruang perivaskular yang sama di otak 16 subjek kontrol terikat Bumi.

Melansir ScienceDaily, Senin, 9 Mei, dengan membandingkan gambar sebelum dan sesudah, para peneliti menemukan peningkatan ruang perivaskular di dalam otak astronot pertama kali, tetapi tidak ada perbedaan di antara astronot yang sebelumnya bertugas di stasiun luar angkasa yang mengorbit bumi.

"Astronot berpengalaman mungkin telah mencapai semacam homeostasis," kata Piantino.

Meskipun perubahan pada otak mungkin terdengar mengkhawatirkan, para astronot tidak menunjukkan masalah dengan keseimbangan atau ingatan visual, jadi tidak ada alasan untuk berpikir bahwa mereka menderita masalah karena perubahan ini.

Kemungkinan perubahan timbul dari kurangnya gravitasi, yang berarti bahwa cairan cenderung menggenang di bagian atas tubuh selama tinggal lama di luar angkasa. Inilah yang menyebabkan wajah bengkak astronot dan penglihatan yang memburuk.

“Kami semua beradaptasi untuk menggunakan gravitasi untuk kepentingan kami. Alam tidak menempatkan otak kita di kaki kita, itu menempatkan mereka tinggi-tinggi. Setelah Anda menghilangkan gravitasi dari persamaan, apa hubungannya dengan fisiologi manusia?," kata Piantino.

Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa otak astronot cenderung menjadi lebih besar ketika mereka menghabiskan waktu di luar angkasa, yang juga kemungkinan karena redistribusi cairan.

Selain itu tampaknya otak juga beradaptasi pada kondisi gayaberat mikro dengan lebih mengandalkan informasi visual dan sentuhan untuk keseimbangan daripada otak, yang merupakan sistem vestibular tubuh.

“Temuan ini tidak hanya membantu untuk memahami perubahan mendasar yang terjadi selama penerbangan luar angkasa tetapi juga untuk orang-orang di Bumi yang menderita penyakit yang memengaruhi sirkulasi cairan serebrospinal," tutur Piantino.