Bagikan:

JAKARTA - Pemain Axie infinity yang berasal dari Bangkok, Jarindr Thitadilaka mengatakan bahwa dia menghasilkan sebanyak 2.000 dolar AS atau Rp28 juta sebulan pada tahun lalu dari koleksi hewan peliharaan digitalnya.

Gim online berbasis blockchain, yang dijuluki "play-to-earn" ini memadukan hiburan dengan spekulasi keuangan. Gim ini dapat menghasilkan bisnis yang menguntungkan di tengah hype seputar NFT dan dunia virtual.

Gim ini juga menarik jutaan pemain ditambah miliaran dolar dari investor yang melihat gim sebagai cara untuk memperkenalkan lebih banyak orang ke cryptocurrency.

Di Axie Infinity, pengguna membeli makhluk seperti gumpalan virtual dengan berbagai atribut sebagai NFT, atau token yang tidak dapat dipertukarkan.

Pemain kemudian dapat menggunakan hewan peliharaan digitanya untuk mendapatkan uang dengan memenangkan pertempuran dan membuat hewan baru yang nilainya tergantung dengan kelangkaan hewan tersebut.

Ancaman keamanan menjadi fokus Axie Infinity ketika minggu lalu terkena pencurian sebesar 615 juta dolar AS (Rp8,8 triliun). Salah satu pendiri Sky Mavis, Aleksander Larsen, mengatakan kepada Reuters bahwa dia ingin lebih fokus pada keamanan saat mengembangkan gim saat diluncurkan pada 2018 silam.

Peretasan kripto terbesar yang pernah ada menyoroti permainan play-to-earn, dan menjadi bisnis yang besar. Menurut pelacak pasar DappRadar, pemain rela menghabiskan 4,9 miliar dolar AS (Rp68,6 triliun) untuk NFT dalam gim tahun lalu.

Selain itu, minat investor pada gim berbasis NFT juga meningkat, dengan proyek yang menarik pendanaan modal ventura sebesar 4 miliar dolar AS (Rp56 triliun) tahun lalu, naik dari 80.000 dolar AS (Rp1,1 miliar) pada tahun 2020.

"Ada begitu banyak pengguna yang ingin berinteraksi dengan teknologi ini," kata Larsen, seraya menambahkan bahwa pendapatan Axie Infinity melebihi 1,3 miliar dolar AS (Rp18,2 triliun) tahun lalu. "Sepertinya Anda menemukan benua baru, seperti menemukan Amerika lagi."

Menjadi Bisnis Besar

Pada bulan Juli, Thitadilaka di Thailand memutuskan untuk membentuk apa yang dikenal dalam istilah gim sebagai "persekutuan" dan menghasilkan lebih banyak. Mereka mengizinkan NFT mereka untuk digunakan oleh orang-orang yang ingin bermain Axie Infinity secara gratis, dan mengambil bagian dari setiap kemenangan sebagai imbalannya.

Thitadilaka mengatakan serikatnya, GuildFi, tumbuh menjadi jaringan dengan 3.000 pemain Axie Infinity yang membagi pendapatan mereka dengan pemilik aset 50:50. Thitadilaka sekarang menjalankan GuildFi sebagai pekerjaan penuh waktu dan perusahaan telah mengumpulkan 146 juta dolar AS (Rp2 triliun) dari investor.

Negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Filipina telah muncul sebagai beberapa pusat gim global terpanas.

Teriz Pia, yang berusia 25 tahun dan tinggal di Manila, berhenti dari pekerjaannya sebagai guru pra-sekolah dan mendirikan sarekat permainan, Real Deal Guild. Untuk Axie Infinity, Pia membiarkan pemainnya mempertahankan 70 persen, sementara dia mengambil potongan 30 persen. 

Dalam permainan play-to-earn lainnya, Pegaxy, di mana pemain membeli dan memperdagangkan NFT kuda virtual untuk bersaing dalam perlombaan memenangkan token crypto, ia membaginya 60:40.

Rentan Gagal

Pakar hukum memperingatkan bahwa berinvestasi dalam aset kripto berisiko dan rentan jika proyeknya gagal atau pasar aset mengering.

"Menyimpan nilai apa pun dalam proyek seperti ini berisiko. Penghasilan dalam permainan untuk menghasilkan, gim berbasis blockchain sering kali melalui hadiah yang dibayarkan dalam token asli proyek," kata David Lee, rekan cryptocurrency di firma hukum Fladgate yang berbasis di London, mengutip Reuters.

Lee mengatakan, tidak ada jaminan nilai baik dari token atau aset dalam gim karena nilainya sering ditentukan oleh penawaran dan permintaan di pasar. "Pasti ada uang yang dihasilkan, tetapi ada juga uang yang hilang di sini," tambah Wilton dari Pegaxy.