Tak Perlu Panik dan Bayar Uang Tebusan Jika Terkena Serangan Ransomware
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Serangan Ransomware memang cukup mengganggu karena bisa mengunci akses pengguna ke sistem komputer. Terlebih pelaku serangan siber jenis ini biasanya meminta uang tebusan dalam jumlah tertentu kepada korbannya. 

Pakar keamanan siber dari Kaspersky, Dony Koesmandarin memperingatkan untuk tidak perlu membayar tebusan ransomware kepada siapapun. Sebab, membayar uang tebusan untuk ransomware hanya akan memberi kesempatan bagi pelaku untuk terus melakukan serangan siber lain.

"Tidak perlu membayar apapun," kata Dony dalam konferensi pers virtualnya, Selasa, 2 September. 

Berdasarkan riset Kaspersky, sebanyak 20 persen korban ransomware yang membayar uang tebusan justru tidak mendapatkan kembali file yang telah diambil pelaku. Jadi menurutnya, langkah paling tepat ketika menjadi korban segera laporkan ke lembaga penegak hukum setempat. 

"Cyber crime juga perlu budget, kalau tidak punya uang dan tidak menghasilkan, maka juga tidak dapat beroperasi. Jadi tidak perlu bernegosiasi dengan mereka," ungkapnya. 

Kalaupun terkena serangan Ransomware, Dony menyarankan agar segera mematikan perangkat laptop atau komputer. Langkah ini dilakukan untuk meminimalisir akses pelaku serangan Ransomware untuk masuk melalui celah keamanan internet dan mencuri data-data penting.

"Sehingga, tidak semua data dienkripsi atau hal ini bisa melindungi data yang belum tersentuh," imbuhnya.

Dony juga menyarankan agar pengguna laptop atau komputer untuk memperbarui sistem operasi di seluruh komputer pada jaringan Anda ke versi terbaru secara teratur. "Update software, kalau tidak update nanti ada celah keamanan yang bisa digunakan."

Untuk antisipasi, Dony mengatakan sangat perlu untuk membuat cadangan data secara teratur. Sebaiknya simpanlah banyak salinan di tempat yang berbeda: misalnya drive fisik yang terisolasi, dan salinan lainnya di cloud. "Antisipasi backup, terus backup itu penting sekali. Tapi jangan di komputer yang sama."