Aksi Peretasan Media Daring, Jadi Ancaman Baru Kerja Jurnalistik
Ilustrasi (Image by USA-Reiseblogger from Pixabay )

Bagikan:

JAKARTA - Pembungkaman kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di dunia maya kian membahayakan. Baru-baru ini sejumlah jurnalis dan media online terkena serangan siber hingga peretasan. 

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat setidaknya ada tiga laporan terkait aksi serangan digital. Dua di antaranya merupakan aksi peretasan yang dialami situs Tempo.co dan Tirto.id, serta upaya bullying dialami seorang wartawan Detik.com.

"Ini ancaman baru yang belum pernah terjadi atau dialami sebelumnya. Ada sikap-sikap tidak toleran untuk membungkam aktivitas jurnalistik," kata Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Abdul Manan dalam konferensi pers Komite Keselamatan Jurnalis Melawan Peretasan secara virtual, Senin, 24 Agustus. 

Menurutnya, ini merupakan bentuk ancaman baru bagi aktivitas jurnalistik. Terlebih, aksi peretasan ini juga menjadi upaya untuk meredam sikap kritis media terhadap kebijakan pemerintah.

Hal ini terlihat ketika media mempertanyakan pemberitaan seputar penemuan obat COVID-19 yang dilakukan Universitas Airlangga bersama Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI AD. Laman situs dan artikel terkait di Tempo dan Tirto diacak-acak dan dihapus oleh peretas.

"Dugaan sementara, peretasan terkait dengan berita-berita yang tengah berkembang pesat seperti obat COVID-19, UNAIR, TNI, dan BIN," paparnya.

Menurutnya, aksi peretasan tersebut telah melanggar pasal 18 ayat 1 UU Pers, yaitu penghalangan aktivitas jurnalistik. Hal itu dilakukan sebagai bagian untuk menghambat kebebasan pers di Indonesia.

Lantaran tak pernah terjadi sebelumnya, Manan meminta media massa maupun wartawan untuk bersikap terbuka. Tujuannya, kata dia, agar media massa khususnya daring dapat mengetahui skala serangan sehingga kejadian yang sama tak terulang dikemudian hari. 

"Kita patut menduga serangan digital seperti memberikan peringatan kepada media untuk berhenti bersikap atau mempersoalkan hal-hal yang dilakukan pemerintah di saat pandemi. Tuduhan ini harus dibuktikan, namun ini asumsi yang dimiliki," lanjutnya.

Posko Aduan

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin berharap perusahaan media daring dapat terbuka soal kasus peretasan yang dialami. LBH Pers pun telah membuka posko aduan bagi media daring yang mengalami peretasan terkait dengan pemberitaan. 

"Kami berharap perusahaan media terbuka jika ada serangan ke media sehingga publik dan masyarakat sipil bisa support. ini dampaknya bukan cuma media, tetapi meluas ke masyarakat," imbuhnya.

Menurut dia, pembukaan posko aduan akan dilakukan bersama-sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ). Setelah mendapatkan pengaduan, nantinya LBH Pers akan mengumpulkan data-data terkait dengan hal itu kemudian dilakukan pelaporan kepada aparat.