Bagikan:

JAKARTA - Jeep, jenama otomotif ternama dari Amerika Serikat (AS) sukses meluncurkan Wagoneer S sebagai SUV listrik pertamanya yang akan dijual secara global. 

Namun meski kendaraan listriknya telah hadir, brand ini juga menginginkan penjualan mobil Plug-In Hybrid (PHEV) agar meningkat.

Pada tahun 2023, Jeep berhasil menjual total 113.113 unit kendaraan PHEV di rumah sendiri, dengan 67.429 unit di antaranya dari Wrangler dan 45.684 unit berasal dari Grand Cherokee. Sementara pada kuartal pertama di tahun ini, merek ini peroleh 31.750 unit atau meningkat 47 persen dari tahun lalu pada periode yang sama.

Untuk melanjutkan tren tersebut, pabrikan memiliki target penjualan PHEV di AS dapat naik hingga 50 persen pada tahun ini. Hal ini dicanangkan karena perusahaan tersebut bersandar pada teknologi sebagai jembatan antara SUV tradisional yang boros bahan bakar dan kendaraan serba listrik di tengah kondisi lesunya penjualan EV.

CEO Jeep Antonio Filosa, mengatakan perusahaan induk Stellantis memperkirakan merek ini dapat menjual 160.000 hingga 170.000 unit PHEV di AS atau meningkat antara 40-50 persen dari tahun lalu.

“Salah satu pilar pertumbuhan pasar adalah kebebasan memilih. Ini adalah waktu terbaik untuk bersikap fleksibel, seperti Jeep,” kata Filosa dikutip dari CNBC International, Kamis, 6 Juni.

Teknologi PHEV menggabungkan mesin pembakaran internal dengan teknologi EV, dapat membantu mempercepat adopsi kendaraan listrik oleh konsumen, sebagai langkah awal menuju model serba listrik.

Selain itu, merek yang terkenal dengan model berkemampuan off-road ini juga mempertimbangkan dalam menghadirkan sistem hybrid tradisional, sama seperti yang diusung oleh Toyota, Honda, dan lainnya. Terlebih lagi, hybrid reguler memiliki kapasitas baterai lebih kecil dan ringan bila dibandingkan PHEV.

Chief Technology Officer Stellantis Ned Curic, mengatakan bahwa pihaknya sedang mengevaluasi segala kemungkinan apakah produk hybrid tradisional cocok untuk kebutuhan konsumen AS selain PHEV.

“Saat ini kami sedang memutuskan bagaimana pasar akan merespons mobil hybrid kami,” jelas Curic.

Disisi lain, perusahaan induk ini juga mempertimbangkan opsi lain, seperti menghadirkan kendaraan Range-Extender Electric Vehicle atau biasa disebut REEV atau EREV. Sistem ini memungkinkan kendaraan berjalan dengan daya listrik murni. Namun bila daya dari baterai habis, maka mesin ICE akan menggantikan sumber tenaga yang kemudian dialirkan ke penggerak listrik dan baterai.

Kemungkinan Stellantis akan menggunakan teknologi ini pertama kalinya pada model Ram Ramcharger dengan mesin 3,6 liter V6 yang kemungkinan akan diluncurkan pada akhir tahun ini.

“Saya yakin kendaraan ini akan bekerja dengan sangat baik,” pungkas Curic.