JAKARTA - Mobil listrik kini semakin banyak diminati di Indonesia. Tren peminat semakin meningkat seiring kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan.
Sebagian besar EV masih dijual dalam keadaan baru dan sangat jarang ditemukan atau dijual dengan kondisi bekas. Apa yang menyebabkan penyebaran mobil listrik bekas belum semasif mobil berbahan bakar murni (ICE)?
Menjawab hal ini, Chief Operating Officer JBA Indonesia Deny Gunawan mengatakan penjual belum mau memasukkan kendaraan listrik di bursa kendaraan bekas karena nilai depresiasinya yang cukup besar karena tergantung dari usia garansi baterai.
“Kendaraan listrik ini mirip seperti ponsel antara Android dan Iphone. Antara keduanya, Android tidak memiliki indikator battery health sementara iphone ada sehingga pembeli bisa mengecek bila kondisinya baik, maka ia berani beli,” kata Deny dalam sela-sela acara dengan media di Mampang, Senin, 25 Maret.
Dengan demikian, pembeli akan berpikir dua kali dalam membeli kendaraan listrik. Namun, untuk mobil listrik memiliki masa garansi yang lama sehingga konsumen masih ada pertimbangan untuk membelinya
“Untungnya kalau mobil listrik ada warranty dalam waktu lama, jadi kalau usianya di kisaran 1-2 tahun masih bagus,” tambah Deny.
BACA JUGA:
Namun, kasus berbeda justru dialami dalam segmen kendaraan roda dua berbasis baterai. Deny menjabarkan, sebagian besar motor listrik memiliki masa garansi yang pendek, yakni 1-2 tahun, sehingga nilai depresiasinya lebih rendah dibandingkan dengan roda empat.
“Mobil listrik bisa 20-30 persen depresiasinya, tapi kalau motor yang sudah lewat masa garansi bisa di atas 50 persen karena sebagian besar melebihi masa garansi baterai,” pungkas Deny.