Tentang Mahalnya Harga Bahan Bakar Sintetis atau Efuel
Pabrik eFuel di Punta Arenas (Chili) diprakarsai oleh Porsche, Siemens Energy, dan ExxonMobil. Produksi eFuel dari hidrogen dan CO2 di sini menggunakan energi angin. (Dok. Porsche)

Bagikan:

JAKARTA - Pembahasan mengenai bahan bakar elektronik atau sintetis masih terus menarik setelah Uni Eropa membolehkan menggunakan dan memproduksi mobil bermesin pembakaran internal setelah 2035, asalkan memakai bahan bakar sintetis (efuel).

Keputusan Uni Eropa tersebut tidak hanya disambut sukacita oleh sebagian produsen mobil namun juga banyak diprotes produsen mobil lain yang fokus pada kendaraan listrik. Tak hanya itu, efuel juga banyak dihujat aktivis pecinta lingkungan.

Menurut situs efuel-alliance.eu, efuel atau bahan bakar sintetis diproduksi didasarkan pada ekstraksi hidrogen. Ini terjadi melalui proses elektrolisis yang memecah air (misalnya air laut dari pabrik desalinasi) menjadi komponen yaitu hidrogen dan oksigen. Untuk proses ini dan langkah produksi selanjutnya, diperlukan listrik.

Pada tahap proses kedua, dengan bantuan sintesis Fischer-Tropsch, hidrogen dicampur dengan CO2 yang diekstraksi dari udara dan diubah menjadi pembawa energi cair: efuel. Lalu, dengan tekanan tinggi dengan bantuan katalis, hidrogen bergabung dengan CO2. Karena listrik digunakan untuk produksi efuel, prosedur ini dikenal sebagai proses power-to-liquid: listrik diubah menjadi cairan sintetis yang mudah disimpan dan mudah diangkut.

Terbaru, dari riset Potsdam Institute for Climate Impact Research yang dilaporkan Carscoop, Kamis, 27 April, biaya untuk memproduksi efuel per galon ini ternyata amat tidak murah mencapai 100 kali lebih mahal daripada satu galon bensin. Bahkan, jika biaya produksi turun hingga 1 dolar AS untuk 1 liter efuel tetap harganya masih berlipat kali lebih mahal daripada harga 1 liter bensin konvensional di SPBU.

Sebelumnya, Gerrit Marx, CEO Iveco, perusahaan multinasional produsen ribuan truk komersial asal Italia dalam wawancara dengan Bloomberg akhir Maret juga menyebut jika efuel hanya bisa dibeli oleh orang super kaya dan bukan solusi pengganti untuk bahan bakar konvensional.

“Jika Anda memiliki Ferrari atau jika Anda mengendarai Porsche Turbo sekali di akhir pekan, Anda tidak akan peduli apakah harga satu liternya efuels itu 6 dolar atau 9 dolar, tapi itu bukan bahan bakar untuk masa depan, ” kata bos asal Jerman itu kepada wartawan di markas Iveco di Italia.

Gerrit Marx juga membandingkan harga efuels sama dengan mobil yang minum sampanye. Menurutnya, produksi efuels masih dianggap mahal dan sulit untuk diproduksi secara massal.