Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki mimpi besar: merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2024 di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Proyek ini digadang-gadang menjadi simbol kemajuan dan pemerataan pembangunan Indonesia. Namun, di balik optimisme tersebut, terdapat tantangan besar dan kritik tajam yang menimbulkan keraguan akan keberhasilannya.
Pembangunan IKN Nusantara di Kalimantan Timur dianggap sebagai langkah strategis untuk mengatasi masalah Jakarta yang padat dan rentan bencana. Dengan anggaran mencapai Rp400 triliun, proyek ini diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi baru dan menciptakan lapangan kerja luas. Hingga 2024, pemerintah telah menggelontorkan lebih dari Rp71,8 triliun dari APBN untuk pembangunan tahap awal.
Namun, mundurnya Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono, pada Juni 2024 menjadi sorotan tajam. Jokowi menyebut alasan pengunduran diri ini bersifat pribadi, tetapi spekulasi dan kritik bermunculan. Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambatnya proses administrasi dan birokrasi yang menghambat investasi.
Presiden Jokowi kemudian menunjuk Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni sebagai Plt Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN. Mereka diberi mandat untuk mempercepat pembangunan yang sedang berjalan. Pemerintah memastikan bahwa ground breaking tahap keenam tetap berjalan sesuai rencana. Presiden Jokowi telah melakukan peletakan batu pertama sejumlah fasilitas pada awal Juni 2024, menunjukkan komitmen serius terhadap proyek ini.
Secara teori, IKN Nusantara diharapkan menjadi smart city yang modern dan berkelanjutan, dengan infrastruktur canggih dan ramah lingkungan.
Plt Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, menjelaskan bahwa progres pembangunan IKN sudah mencapai 80 persen untuk tahap 1 dan 2 dengan dana APBN. Meski demikian, upaya menarik investasi masih menjadi tantangan besar. Hingga kini, belum ada investor asing yang berkomitmen untuk berinvestasi di IKN, meskipun berbagai insentif telah ditawarkan.
Masalah utama lainnya adalah isu agraria. Konflik lahan yang berpotensi timbul menjadi momok yang menghambat proses pembangunan.
Kritik dari kalangan politik semakin memperkuat keraguan akan proyek ini. Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, mengkritik perencanaan proyek yang terkesan terburu-buru dan tidak matang. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menilai keputusan pemindahan ibu kota diambil tanpa debat publik yang cukup, menunjukkan kurangnya transparansi dan partisipasi masyarakat.
Di balik ambisi besar ini, ada paradoks yang mencolok. Di satu sisi, pemerintah berusaha keras menarik investasi dan menjanjikan berbagai keuntungan bagi para investor. Namun, di sisi lain, lambatnya proses birokrasi justru menjadi penghalang utama. Pemerintah berencana mengumumkan sejumlah proyek besar yang akan dikerjakan oleh pihak swasta, termasuk pembangunan rumah sakit internasional dan fasilitas pendidikan. Namun, hingga kini, belum ada realisasi yang konkret.
BACA JUGA:
Proyek IKN adalah simbol harapan baru bagi Indonesia, tetapi harapan ini harus diiringi tindakan nyata yang transparan dan akuntabel. Mundurnya Bambang Susantono mungkin mencerminkan masalah yang lebih dalam. Evaluasi mendalam terhadap seluruh perencanaan dan pelaksanaan proyek, serta perombakan besar dalam tubuh Otorita IKN, mungkin diperlukan untuk memastikan keberhasilan proyek ini.
Apakah proyek IKN akan berhasil atau tidak, bergantung pada kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama mengatasi segala tantangan yang ada. Perayaan 17 Agustus di IKN Nusantara diharapkan menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia. Namun, jika masalah-masalah mendasar tidak segera diatasi, proyek ini mungkin hanya akan menjadi cerita lain tentang ambisi yang kandas di tengah jalan.
Seperti kisah Roro Jonggrang, di mana Bandung Bondowoso mengerahkan roh halus untuk membangun candi, proyek IKN menghadapi tantangan besar yang tampak mustahil diatasi dalam waktu singkat. Bagi masyarakat, proyek IKN adalah simbol harapan akan pemerataan pembangunan dan peningkatan kualitas hidup. Namun, harapan ini harus diiringi transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Pemerintah harus mampu meyakinkan semua pihak bahwa proyek ini bukan sekadar mimpi besar, melainkan sebuah visi yang bisa diwujudkan dengan kerja keras dan komitmen bersama. Jadi, kita hanya bisa menunggu, apakah Nusantara akan menjadi ibu kota masa depan yang kita impikan, atau hanya akan menjadi cerita lain tentang ambisi yang tidak terealisasi.