Pagar pembatas tribun Jakarta International Stadium (JIS) roboh saat "grand launching" pekan lalu. Dampaknya, anggota DPRD meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan audit menyeluruh terhadap pembangunan stadion yang dibanggakan Anies tersebut.
Jakarta International Stadion mulai direncanakan Anies Baswedan tahun 2017. Ia menugaskan BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk menggarapnya. Tiga tahun berjalan, stadion yang menelan biaya lebih dari Rp4 triliun ini rampung.
Sebagai stadion bertaraf internasional, lapangan JIS menggunakan rumput padu atau hybrid. Lima persen dari rumput di lapangan adalah buatan (sintetis) berjenis “limonta” dan sisanya rumput alami dari spesies zoysia matrella yang berasal dari Boyolali, Jawa Tengah.
Ruang ganti di stadion berkapasitas 82 ribu penonton ini juga memiliki kolam berendam atau jacuzzi. Pemain Persija Jakarta yang pernah merumput menilai JIS punya tribun yang cukup megah.
Jakarta International Stadium yang digadang-gadang akan jadi markas Persija Jakarta ini rencananya tidak melulu digunakan untuk sepakbola saja. Dengan biaya pembangunan lebih dari Rp4 triliun, PT Jakpro sebagai pengelola juga akan menyewakan JIS untuk keperluan lain. Nantinya di tempat ini kegiatan hiburan seperti konser musik, acara politik hingga MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition).
Seperti terungkap di media, PT Jakpro menargetkan pendapatan tahunan dari pengoperasian JIS sebesar Rp220 miliar. Jika tidak, maka rapor keuangan BUMD milik DKI Jakarta ini bakal merah. Maklum, biaya operasional per bulan mencapai Rp30 miliar. Angka ini tidak mungkin hanya didapat untuk acara sepakbola saja. Hal yang lumrah saja. Di mancanegara, stadion sepakbola juga banyak digunakan untuk kegiatan lain. Termasuk Stadion Utama Bung Karno.
Lantaran itu, robohnya tiang pembatas saat "grand launching" mesti jadi catatan. Apa pun alasan yang dikemukakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan atau Direktur Utama Jakpro Widi Amanasto. Keduanya sepakat mengatakan robohnya pagar pembatas tribun karena semangat atau antusiasme penonton. Terutama BUMD milik Pemprov PT Jakpro sebagai pengelola. Karena sebelumnya atap tribun Formula E ambruk.
Sejatinya, sebagai stadion bertaraf internasional yang menjadi kebanggaan sekaligus diharapkan menjadi 'legacy' Anies Baswedan yang akan habis masa jabatannya tahun ini, hal tersebut tidak boleh terjadi. Apalagi stadion JIS disiapkan bukan hanya untuk acara olahraga saja tapi berbagai kegiatan lain, termasuk konser musik. Dengan sistem suara yang katanya canggih.
Mungkin perlu juga dipikirkan oleh Anies Baswedan atau Jakpro membentuk lembaga khusus untuk JIS. Lembaga yang fokus mengelola, baik itu secara bisnis maupun soal pemeliharaan.
Soal penamaan yang berbau asing, rasanya Gubernur Anies Baswedan juga perlu membahas usul sebagian pihak agar mengubah menjadi nama yang lebih Indonesia. Tentu Anies ingat sebelumnya ia mengganti nama Ok Otrip, sebutan untuk integrasi transportasi di Jakarta menjadi Jak Lingko.
Untuk diketahui Jak Lingko merupakan paduan dari kata Jak yang berarti Jakarta dan Lingko yang merupakan nama sistem persawahan tanah adat di Manggarai, Nusa Tenggara Timur yang diartikan jejaring atau integrasi.
Jika Anies menamakan angkutan terintegrasi dengan nama Jak Lingko, tidak salah juga menamakan stadion kebanggaannya dengan nama menggunakan bahasa Indonesia. Toh, soal penamaan gedung wajib mengunakan bahasa Indonesia sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang penggunaan bahasa Indonesia.
Juga yang mesti diingat, dalam konteks yang berbeda beberapa istilah asing juga diubah menjadi istilah Indonesia. Mungkin bisa diingat, MRT yang merupakan singkatan dari Mass Rapid Transportation diubah menjadi Moda Raya Terpadu yang sangat Indonesia. Atau singkatan ATM yang aslinya Automatic Teller Machine diubah menjadi Anjungan Tunai Mandiri. Kalau dicari mungkin ketemu padanan yang pas.