Bagikan:

Hari Raya Idulfitri 1443 Hijriah tahun ini cukup istimewa. Masyarakat bisa bersilaturahmi tatap muka bersama keluarga di kampung halaman. Pemerintah mengizinkan mudik setelah dua tahun dilarang karena pandemi COVID-19.

Tidak heran ada 85 juta masyarakat yang merayakan lebaran di kampung halaman bersama sanak saudara. 

Mudik merayakan lebaran bersama keluarga di kampung halaman punya dampak yang luar biasa. Menteri Keuangan Sri Mulyani berharap bisa membangkitkan perekonomian yang babak belur akibat pandemi COVID-19. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno memperkirakan ada 72 triliun uang yang bisa diperoleh pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif.

Namun, mudik lebih dari sekedar tradisi. Bukan pula sekedar membangkitkan ekonomi, tapi lebih dari itu. Ada sisi relijius atau psikologis yang didapat. Mereka yang rela macet di jalan atau membeli tiket dengan harga selangit rela pulang demi merayakan hari raya Idulfitri di kampung halaman tentu punya alasan yang kuat.

Kembali ke kampung halaman, tanah kelahiran, seolah mengisi jiwa. Setahun penuh merantau mencari nafkah di kota lain, tentu ingin rehat sejenak. Rehat yang dipilih adalah rumah. Bukan rumah di kota tapi di kampung halaman. Rumah masa kecil. Tempat kita beranjak dewasa.

Berbagi cerita dan pengalaman. Sungkem dan nostalgia masa kecil adalah sesuatu yang luar biasa. Meresap ke relung sanubari. Apalagi jika sudah berkeluarga. Punya anak dan istri. Mudik bisa juga menjadi ajang mengenalkan keluarga pada daerah asal dan tradisi-tradisinya. Sekaligus  juga makanan tradisional yang jarang disantap saat merantau.

Mungkin secara umum hidangan lebaran identik dengan ketupat. Dan di mana pun, hidangan lebaran relatif sama, yakni ketupat, opor ayam. Tapi, menikmatinya jadi istimewa. Rasanya menjadi beda jika disantap di kampung. Menjadi lezat luar biasa jika yang memasak adalah ibu.

Hari Raya Idulfitri

Idulfitri atau sering juga disebut Lebaran adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal pada penanggalan Hijriah. Karena penentuan 1 Syawal berdasarkan peredaran bulan maka Idulfitri jatuh pada tanggal yang berbeda-beda setiap tahunnya bila dilihat dari penanggalan Masehi. Cara menentukan 1 Syawal juga bervariasi sehingga boleh jadi ada sebagian umat Islam yang merayakan Idulfitri pada tanggal Masehi yang berbeda.

Perbedaan dalam penetapan awal bulan kalender Hijriah di Indonesia bukan hal yang baru karena  sering terjadi. Itu terjadi karena perbedaan penggunaan metode dalam menentukan awal bulan. Metode yang digunakan adalah imkanur rukyat (pengamatan hilal) dan hisab wujudul hilal (perhitungan astronomis).

Tahun ini meski puasa ada yang beda waktu memulainya tapi penentuan 1 Syawal relatif sama. Jatuh pada 2 Mei 2022.

Meski beda, tapi tidak  menjadi persoalan bagi umat muslim di tanah air. Lantaran sudah sering terjadi, beda metode perhitungan awal bulan menjadi hal biasa.  Tidak pula menghilangkan makna puasa atau juga berlebaran. Semua saling menghormati.

Tapi yang pasti siapapun yang merayakan Idulfitri mesti ingat. Juga pemudik yang berlebaran di kampung halaman. COVID-19 memang melandai tapi bukan berarti hilang. Protokol kesehatan tetap harus dipatuhi. Tidak boleh lengah. Jangan sampai usai lebaran,  COVID-19 kembali naik. Harapan agar COVID-19 dari pandemi menjadi endemi hanya mimpi. Selamat Hari Raya Idulfitri 1443 Hijriah. Mohon maaf lahir dan bathin. (*)