JAKARTA - Dunia sepak bola mengalami guncangan keras pada hari Minggu ketika kelahiran Liga Super Eropa secara resmi diumumkan. Permainan si kulit bundar yang ditenun oleh ikatan ketat permainan dan emosi telah dinodai sekelompok orang.
Upaya kudeta oligarki sepak bola, dengan keberanian yang tak bisa dijelaskan, menjungkirbalikkan sistem. 12 klub yang menyatakan diri mereka elite, mempresentasikan sebuah proyek besar dengan cara yang ceroboh.
Penanganan komunikasi yang mengerikan, menyerempet sikap kekanak-kanakan, telah menjadi salah satu pilar terlemah yang akhirnya menyebabkan proyek ini runtuh. Tidak ada yang lebih memalukan selain melihat sebuah kapal tenggelam saat diluncurkan.
Itulah yang terjadi pada proyek ini. Liga Super Eropa telah mengoyak sepak bola, merendahkan nilai liga nasional, merusak industri dan menghukum emosi. Kata-kata "kami datang untuk menyelamatkan sepak bola" hanyalah tipuan semata.
BACA JUGA:
Para pendukung upaya pemberontakan ini mengabaikan faktor-faktor penting tadi. Mereka tidak tahu bagaimana menempatkan diri pada posisi suporter yang merupakan bagian terpenting dari keseluruhan olahraga.
Bagaimana mereka bisa berpikir bahwa para penggemar akan dengan senang hati menerima rencana yang hanya akan menguntungkan beberapa orang dan membiarkan sisanya terombang-ambing? Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mau, tidak tahu atau bahkan tidak berusaha mendengarkan semua pihak.
Florentino Perez, presiden dari usaha sekilas ini, mengaitkan sikap monumental yang menentangnya dengan kepentingan pribadi. Penulis Juan Ignacio Gallardo lantas mengatakan, ada penutup di mata Perez yang dijahit dengan benang emas untuk mencegahnya melihat reaksi sengit dari semua orang yang membentuk keluarga besar sepak bola.
Meski menuntut transparansi, Perez tak bisa menjelaskan mengapa proyek itu lahir tanpa dua pilar fundamental seperti Bayern Munich dan PSG. Juga tidak jelas bagaimana mereka akan mengembangkan mekanisme solidaritas yang disebutkan di atas terhadap tim lainnya. Jadi, Perez terus mengibarkan ide serakah ini.
Semua alasan tersebut menggugah dunia sepak bola. Suporter serempak bersuara untuk menggulingkan 'pemberontakan para jenderal' ini. Bahkan, para pemain dari tim yang terlibat menyuarakan tentangan mereka. Sangat sengit sehingga dalam waktu kurang dari 48 jam gagasan itu digulingkan.
Inggris, tempat kelahiran sepak bola, adalah tempat di mana pertempuran hebat itu terjadi, dan dimenangkan. Sangat sulit bagi olahraga konservatif dan tradisionalis seperti ini untuk menanggung penghinaan seperti itu.
Para pendukung turun ke jalan dan menggulingkan para pengudeta. Ini adalah kemenangan yang indah bagi para penggemar dan emosi mereka, atas kekuatan uang yang arogan dan tidak manusiawi.