Bagikan:

JAKARTA - Laga penyisihan Grup D cabang sepak bola yang mempertemukan Israel vs Mali di Parc des Princes pada Rabu, 24 Juli 2024, waktu setempat jadi uji keamanan Olimpiade Paris 2024.

Pertandingan itu lolos uji keamanan pertama menjelang upacara pembukaan pada Jumat, 26 Juli 2024, waktu setempat.

Para penggemar kedua belah pihak berusaha untuk tidak terlalu mempermasalahkan konteks politik dan menikmati aksi pemain di lapangan.

Tuan rumah Perancis mengerahkan sekitar 1.000 petugas polisi yang didukung oleh dinas keamanan internal Israel, Shin Bet, untuk menyambut ribuan pendukung pada pertandingan malam itu.

Mereka menutup jalan-jalan di sekitar Parc des Princes, Paris, dan mendirikan perimeter beberapa kilometer dari stadion.

Ternyata, di pertandingan yang berakhir dengan skor imbang 1-1 itu terhindar dari insiden besar karena kedua kubu pendukung berusaha mengesampingkan politik.

Pada laga itu juga disaksikan Menteri Dalam Negeri Perancis, Gerald Darmanin, dan Presiden Israel, Isaac Herzog.

Olimpiade Paris 2024 berlangsung di tengah kekhawatiran keamanan yang nyata dan meningkatnya ketegangan geopolitik, termasuk perang Israel di Gaza.

Peserta Israel dikawal oleh unit taktis elite ke dan dari stadion serta diberi perlindungan 24 jam selama Olimpiade.

Bendera Mali dan Israel banyak berkibar dan suasana sebelum pertandingan berlangsung hangat dengan para pendukung berbaur.

Para pendukung Mali tampak lebih banyak di dalam stadion. Lagu kebangsaan Israel awalnya dicemooh sebelum teriakan-teriakan itu tenggelam.

Lalu, beberapa suporter melambaikan bendera Palestina. Sejumlah orang di awal pertandingan berdiri di dekat lapangan mengenakan kaus putih yang masing-masing bertuliskan "Free Palestine". Setelah semenit, para pengawas turun tangan.

Penggemar Israel lainnya juga mengatakan mereka menginginkan gencatan senjata Olimpiade untuk melupakan perang di Gaza dan menikmati kemeriahannya.

"Saya tidak peduli dengan minoritas yang tidak menginginkan Israel di sini. Antisemitisme adalah penyakit dan saya tidak ada di sini untuk menjadi obatnya," kata Michael Levy (50) yang ingin menyaksikan keponakannya, Ethan, bermain di tim Israel.

Sementara itu, Mali, negara yang sebagian besar penduduknya muslim, memutuskan hubungan dengan Israel pada 1973 setelah perang Yom Kippur.

Sebagai bekas koloni Perancis, ada diaspora Mali yang besar di Perancis. Mereka keluar dengan kekuatan penuh untuk mendukung para pemain Timnas Mali.

Para suporter mengenakan pakaian tradisional berwarna kuning, hijau, dan merah khas Mali.

Salah satunya Aisha Cisse, yang datang dari Bamako, Ibu Kota Mali. Dia mengikuti Timnas Mali di semua turnamen internasional, menari, dan menyanyikan lagu dukungannya.

Suporter Mali kali ini membawa misi menebar protes terhadap partisipasi Israel di Olimpiade Paris, sepert halnya anggota parlemen sayap kiri Perancis.

Namun, kehadiran keamanan yang ketat meredam harapan akan protes tersebut.

Israel Menghindari Suasana Panas Politik

Pertandingan Israel-Mali memberikan gambaran pertama tentang bagaimana masyarakat luas menanggapi partisipasi Israel dalam Olimpiade Paris.

Tuan rumah Perancis memberikan pengamanan ketat khusus untuk kontingen Israel. Mereka tak ingin mengulangi tragedi yang menewaskan 11 atlet Israel pada Olimpiade Munchen 1972.

Markas pelatihan Israel di Croissy, sekitar 20 kilometer sebelah barat Paris, sempat dikepung wartawan untuk menanyakan situasi.

Para pemain Israel pun berusaha untuk tampil santai, tetapi tetap ada sedikit ketegangan.

Pengawas media berteriak menyetop pertanyaan wartawan soal latar belakang politik.

"Hanya sepak bola," teriak sang pengawas media.

Salah seorang pemain Israel pun berupaya menghindari pembahasan soal suasana panas politik.

"Kami datang ke sini untuk menang dan mencapai banyak hal dengan tim ini serta sangat gembira. Kami memiliki pekerjaan yang harus dilakukan," kata Omri Gandelman, gelandang yang bermain untuk klub Belgia, Gent, kepada wartawan.