Van Basten Menyerah karena Tekanan Emosional: Saya Tidak akan Pernah Jadi Pelatih Lagi
Marco Van Basten (Instagram @marcovanbasten)

Bagikan:

JAKARTA - Marco van Basten dianggap sebagai salah satu pemain terhebat sepanjang masa dan telah memenangkan Ballon d'Or tiga kali. Tetapi, karier cemerlangnya terhenti karena cedera.

Pria asal Belanda itu mengungkap bagaimana cedera yang mengakhiri kariernya tersebut mempengaruhinya baik secara fisik maupun mental.

Berbicara untuk mempromosikan otobiografinya yang akan datang, mantan striker AC Milan itu mengingat kembali kariernya dan buka-bukaan tentang bagaimana itu berakhir.

"Saya sangat menderita, saya mengalami banyak rasa sakit, dokter tidak membantu saya dengan perawatan dan pergelangan kaki saya semakin parah," kata Van Basten dilansir dari MARCA, Senin, 22 Maret.

"Saya menghabiskan banyak waktu di sofa, bahkan tidak bisa berjalan, tidak ingin orang melihat saya seperti itu.

"Saya mengalami depresi, itu adalah periode yang sangat kelam."

Dalam bukunya, Van Basten tidak menutup-nutupi apa pun dan menjelaskan bagaimana, setelah cedera pada tahun 1992, dia harus merangkak ke kamar mandi di tengah malam, seperti kondisi pergelangan kaki kanannya yang bahkan dengan obat penghilang rasa sakit yang tidak bisa menahan beban apa pun.

Van Basten juga mengungkap, dia memiliki kesempatan untuk bergabung dengan Barcelona pada 1988, tetapi dia menolak rekan senegaranya Johan Cruyff.

"Saya mengatakan tidak kepadanya (Cruyff), itu hanya satu musim sejak saya tiba di Milan dari Ajax dan karena cedera pergelangan kaki saya tidak banyak bermain," kata Van Basten.

"Juga, saat itu, sepak bola terbaik dimainkan di Italia.

"Saya ingin menunjukkan di Milan betapa bagusnya saya sebagai pemain dan dua tahun berikutnya kami memenangkan Piala Eropa."

Setelah melatih tim nasional Belanda, Ajax, Heerenveen dan AZ Alkmaar, dia menyerah dalam hal ini karena tekanan emosional yang ditimbulkannya.

"Saya tidak akan pernah menjadi pelatih lagi," katanya.