Bagikan:

JAKARTA - Pesta gol timnas Indonesia, 6-0, di gawang Brunei dalam babak kualifikasi Piala Dunia 2026, Kamis 12 Oktober di SUGBK, Jakarta, masih menyisakan  beberapa koreksi. Paling tidak bagi Rully Nere, mantan gelandang timnas.

Terlepas dari pertahanan Brunei yang seperti memasang bus di depan gawang mereka, Rully melihat timnas kurang kreatif dan cenderung monoton dalam membangun serangan. Terutama di babak pertama dan setelah unggul 2-0.

“Terlihat tidak ada pemain dari second line yang muncul untuk membuat konsentrasi pemain Brunei pecah,” kata Rully.

Ini masih ditambah serangan dari sektor sayap yang mulai terbaca oleh para pemain Brunei. Setiap umpan silang terlihat sudah diantisipasi dengan menutup pemain-pemain target Indonesia.

“Di sini letak monotonnya, karena umpan  silang dan umpan lambung sudah diantisipasi oleh Brunei.  Saya berharap, umpan  cut back lebih banyak untuk dimanfaatkan second line timnas,” kata Rully.

Rully berharap di babak kedua, pelatih timnas Indonesia Shin Tae-Yong menurunkan pemain dengan kemampuan individu yang lebih baik dan berani menembus pertahanan.

“Saya harap Egi Maulana bisa dimainkan di babak kedua. Teknik dan kemampuannya dribbling bisa diandalkann menembus pertahanan Brunei. Ia juga bisa melakukan wall pass yang tentu sangat menarik kalau ditampilkan,” kata Rully.

Benar, akhirnya Egi pun masuk di menit ke-72, hanya sayang permainan timnas cenderung sudah save dan kreatifitas Egy tidak terlihat maksimal di sisa waktu pertandingan.

Hanya Brunei yang sudah kehilangan motivasi dan energi tampak sudah semakin menyerah di babak kedua. Ini membuat empat gol terjadi lagi di gawang mereka. 

"Gol-gol yang terjadi lebih disebabkan konsentrasi Brunei yang sudah menurun di babak kedua," tambah Rully. 

Namun Kemenangan atas Brunei ini tetap layak disyukuri. Indonesia kini tinggal butuh seri, di Bandar Seri Begawan dalam laga leg kedua untuk bisa lolos dari hadangan Brunei.

Sakit Mata

Brunei sebenarnya lawan yang berbahaya meski di masa lalu pernah pula mempermalukan Indonesia. Rully ingat saat Piala Merlion 1983 di Singapura di mana timnas Indonesia kala itu ditaklukkan Brunei, 0-1.

“Kala itu kami kalah karena terdapat delapan pemain timnas yang terkena sakit mata. Saya salah satu diantaranya. Ini membuat kami tak bisa tampil maksimal dan kalah dari Brunei saat itu,” kenang Rully.

Kini di tengah persaingan yang semakin ketat di kancah Asia Tenggara, Rully tak lagi melihat sebagai salah satu kekuatan yang diperhitungkan. “Akan tetapi keseriusan dalam setiap permainan harus tetap diperlihatkan Indonesia, siapa pun lawannya,” ujar Rully.