Sebuah Cerita dari Aremania yang Mungkin Belum Diketahui Ketika Tragedi Kanjuruhan Terjadi
Para pemain Arema FC menabur bunga tanda duka atas tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang. (Foto: Instagram.com/@aremafcofficial)

Bagikan:

JAKARTA - Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu 1 Oktober kemarin, menyisakan banyak cerita pilu. Banyak kisah mungkin tak terungkap sebelumnya, kemudian diutarakan para suporter yang selamat.

UJ, salah satu Aremania yang selamat dari Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, tak bisa menyembunyikan perasaan pilu. Dia juga menyimpan cerita soal situasi mengerikan yang terjadi di depan matanya.

"Alhamdulillah saya diberi kesempatan selamat untuk berbagi fakta yang saya saksikan langsung. Untuk kejadian di lapangan saat itu, saya duduk di VIP tapi saya lihat jelas apa yang terjadi karena ikut bantu pihak penyelenggara," kata UJ saat konferensi pers virtual bersama LBH Indonesia, Rabu 5 Oktober siang.

Dia kemudian menyebut, berita yang beredar yang menarasikan kejadian ini sebagai kericuhan adalah hal yang kurang tepat. Sebab katanya kejadian ini bukan bentrok dua kubu suporter.

"Sedangkan pertandingan tanggal 1 kemarin antara Arema vs Persebaya, kita sudah sepakat untuk tidak mendatangkan suporter tim tamu dari Surabaya. Ini bukan kerusuhan tapi insiden kelalaian kita semua terutama dari pihak Brimob, yang saya tahu pihak mereka tidak bisa menahan diri,” lanjut UJ.

Hal yang dimaksud UJ adalah soal penggunaan gas air mata di lapangan, yang jelas tertera dalam Statuta FIFA sebagai hal yang dilarang dalam pertandingan sepak bola. Padahal menurutnya, SOP dari panpel sudah berjalan baik di luar alat yang dibawa pihak keamanan.

“Kelalaian ini terjadi, SOP yang dilakukan panpel setau saya sudah standar, tapi saya melihat sebagai sudut pandang suporter saya merasa bahwa membawa gas air mata saja tidak boleh, apalagi itu ditembakkan. Tapi faktanya berbeda, nyatanya malah ditembakkan membabi buta,” jelasnya.

UJ menceritakan awal mula gas air mata ditembakkan yang kemudian mematik situasi semakin buruk. Suasana kemudian makin mencekam karena akses untuk keluar stadion ternyata terbatas.

“Saat situasi (kacau) ada tembakan gas air mata, pertama kedua ketiga itu arahnya ke utara dan selatan sentel ban bukan ke arah tribun. Tetapi saat setelahnya saya lihat dari arah selatan malah ke arah tribun penonton bukan lagi ke sentel ban,” ungkap UJ.

“Sementara saat itu terjadi, penonton kenapa ga berusaha keluar karena ternyata gate 11-14 itu tertutup dan hanya ada satu gate (11) yang terbuka dengan akses sempit dan tidak memungkinkan,” beber UJ.

UJ juga menceritakan momen saat ia melihat bagaimana Aremania mendapat penolakan ketika hendak mengevakuasi suporter wanita. Beberapa kali penolakan terjadi hingga akhirnya korban mulai berjatuhan dan semakin banyak.

“Saya lihat rekan Aremania tiga orang bopong satu suporter wanita yang pingsan ke arah ambulans tapi saat mendekat mereka malah ditolak oknum keamanan. Dia ini seperti bilang ‘kamu tadi melawan saya jadi buat apa kesini’, suporter yang mau evakuasi ini juga ditahan tameng fiber,” beber UJ.

"Sampai tiga kali evakuasi mencoba mendekat ke mobil ambulans tapi ditolak juga, sampai akhirnya si satu Aremania ini menendang tameng fiber biar bisa lewat tapi tetap tidak dikasih."

“Adanya ambulans dan brimob malah tidak membantu, kawan-kawan malah tidak tahu harus minta kemana bantuan, mereka turun ke sentel ban untuk cari jalan keluar,” ceritanya lagi.

UJ kembali menekankan bahwa adanya penolakan dari pihak keamanan untuk memberi akses pertolongan.

"Saat saya lihat itu ada lima orang yang meninggal. Saya tahu karena korban ini digeletak dan wajahnya ditutup kardus,” kisah UJ pilu.