JAKARTA - Ketua Umum (Ketum) PSSI, Mochamad Iriawan, menjadi bulan-bulanan warganet setelah memberi pernyataan dalam konferensi pers di Stadion Kanjuruhan, Malang, Minggu, 2 Oktober malam.
Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, Ketum PSSI kedapatan menggunakan kata yang tak seharusnya saat memberikan pernyataan kepada wartawan.
Dia menyebut kata ‘hadirin yang berbahagia’. Padahal situasi tengah berduka atas tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 1 Oktober kemarin.
“Terima kasih Pak Menpora, Pak Kapolri yang saya hormati, Ibu Gubernur, Hadirin sekalian yang berbahagia. Kami dari federasi mengucapkan," ucap Iriawan dalam sebuah potongan video yang kemudian viral di media sosial.
Ucapan pembuka Iriawan itu langsung menuai komentar pedas dari netizen karena dirasa kurang pas dengan situasi di lapangan. Sejumlah netizen mempertanyakan rasa empati Ketum PSSI di tengah kesedihan yang terjadi.
“Orang lagi baru berduka,,,sekelas ketum PSSI malah bilang ‘hadirin yg berbahagia’,” kata akun @Dhin***28.
“Kebiasaan merasa bahagia terus sih, jd kurang bisa berempati,” tulis akun @edwin_bas***.
“Kalimat nya tolong di revisi pak...,berbahagia untuk apa dan untuk siapa..?? semua pada berduka cita..,haduuuhhhh pak..pak..,” kata @arie****.
Selain itu, netizen lain juga menyindir dan menyebut pria yang akrab disapa Iwan Bule itu salah menghafal naskah pidato pembukaan.
"Berbahagia? Dirimu salah ngapalin naskah pak," tulis akun @Rama****34.
BACA JUGA:
Insiden mencekam di Stadion Kanjuruhan terjadi setelah laga antara Arema dan Persebaya, Sabtu 1 Oktober lalu. Kekalahan tuan rumah dalam laga itu memicu kekecewaan penonton yang kemudian merangsek masuk ke tengah lapangan.
Tumpahnya suporter ke lapangan menjadi awal mula tragedi berlangsung. Aparat keamanan ikut turun dan menembakan gas air mata demi mengurai massa.
Akibatnya lebih dari 100 korban jiwa meninggal dunia. Ratusan lainnya mengalami luka-luka.
Kejadian ini menjadi tragedi suporter dengan korban jiwa terbanyak kedua setelah insiden di Estadio Nacional, Lima, Peru, pada 24 Mei 1964 silam dengan korban jiwa 328 orang.