JAKARTA - Drama musikal “MAR” yang diproduksi ArtSwara hadir di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan pada 26-28 Februari. Pertunjukan ini menampilkan romansa dengan latar belakang sejarah Indonesia dan balutan karya Ismail Marzuki.
VOI berkesempatan menyaksikan persiapan akhir sebelum pementasan hari pertama, dimana Gabriel Harvianto (Mar), Galabby Thahira (Aryati), Made Aurellia, Chandra Satria, Gizka Aulia, Bima Zeno Pooroe, Raditio P.S, Taufan Purbo Kusumo, dan Witrie Diana Putri – berperan di bawah arahan sutradara Wawan Sofwan.
Di balik cerita yang berlatar peristiwa Bandung Lautan Api di tahun 1946, total 18 komposisi musik Ismail Marzuki dibawakan para aktor di atas panggung – dengan iringan musik yang dipimpin Dian HP.
Musikal “MAR”, kata Dian, memperlihatkan bagaimana sosok Ismail Marzuki sebagai tokoh seni pertunjukan Indonesia yang karya-karyanya tidak lekang oleh zaman.
“Dia punya karya yang sampai sekarang masih dikenang, dan sekarang dihadirkan untuk pementasan musikal. Dan banyak banget kan orang yang memberikan penghargaan buat Ismail Marzuki, karena lagu-lagunya bagus banget,” kata Dian, ditemui sebelum pementasan hari pertama.

Dian bahkan tak ragu menyebut Ismail Marzuki dan karya-karyanya adalah harta karun yang bisa dibanggakan masyarakat Indonesia.
“Karya Ismail Marzuki itu harta karun yang Indonesia punya. Itu hartanya Indonesia. Lagu-lagu yang diciptakan oleh komponis-komponis, salah satunya Ismail Marzuki, itu hartanya Indonesia. Ismail Marzuki-nya sendiri juga hartanya Indonesia,” ujar Dian. “Kita boleh berbangga dan bilang, 'Di sini ada komponis keren, namanya Ismail Marzuki. Ini lagu-lagunya.' Lagu-lagunya mana ada yang jelek.”
Keterlibatan Dian dalam musikal “MAR” tidak lepas dari keinginan untuk menampilkan versi berbeda dari karya Ismail Marzuki, namun masih selaras dengan seluruh peristiwa yang dihadirkan di atas panggung.
“Kalau orang mau menggarap lagu-lagu Ismail Marzuki, pertanyaan penonton itu kan 'Mau digimanain lagunya?' Itu pertanyaan besar penonton dan pertanyaan saya juga. Karena kalau biasa-biasa saja, ya apa tantangannya. Tetapi karena ada Bu Dian, saya bilang, 'Oke, Bu Dian, ini lagu udah terkenal, orang udah tau, kalau kita hanya biasa aja, kayaknya saya nggak perlu Bu Dian deh.'” tutur Wawan.
BACA JUGA:
“Karena di situ mengandung tantangan, ada semacam inovasi, bentuknya harus lain. Tantangan untuk seorang kreator kan itu sebetulnya. Kita nggak mau mengulang yg udah-udah,” lanjut sang sutradara.
Senada dengan Dian dan Wawan, Gabriel Harvianto yang sudah terlibat dalam produksi ArtSwara selama 12 tahun melihat musikal “MAR” sebagai pertunjukan yang tepat untuk kembali memperkenalkan karya-karya sang komponis.
“Ismail Marzuki adalah komposer yang luar biasa. Kita bisa belajar banyak, termasuk merasakan nasionalisme lewat karya-karya beliau,” kata Gabriel. “Ini bagus untuk diperkenalkan lagi, kepada Gen Z terutama, karena cukup banyak yang belum tau kalau Indonesia punya komposer luar biasa, yang sudah menciptakan lagu-lagu yang tidak kalah dengan Barat.”
Upaya ArtSwara untuk menghadirkan karya musikal original -salah satunya “MAR” – juga perlu mendapat apresiasi. Gabriel berharap pementasan musikal bisa menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia.
Gabriel mengatakan, “Karena ArtSwara juga selalu membawakan karya original, mudah-mudahan ArtSwara bisa menginspirasi teman-teman komunitas musikal yang lain untuk berani mencoba atau menghasilkan karya baru yang original dan khas Indonesia, atau cerita yang rasanya khas Indonesia. Saat ini sudah mulai semakin banyak dan semakin bagus, supaya luar negeri juga tau kalau Indonesia punya musikal, nggak kalah sama mereka.”