Bagikan:

JAKARTA - Sudah dua bulan sejak NEVAEVA! Festival 2024 diumumkan batal terselenggara, namun tampaknya penyelenggara belum juga memenuhi pengembalian dana (refund) kepada seluruh pemegang tiket.

Adapun, festival musik dengan line up musisi-musisi asal Korea Selatan, antara lain Heize, Epik High, Simon Dominic, dan Giriboy, rencananya digelar di Stadion Madya B, Senayan, Jakarta Pusat pada 2 November 2024.

Kemudian, pihak penyelenggara memberi pengumuman resmi pada 21 Oktober 2024, bahwa gelaran tersebut dibatalkan.

Awalnya penyelenggara menjanjikan pengumpulan data untuk proses refund dilakukan hingga 15 November, selanjutnya proses pengembalian dana dilakukan berkala, maksimal 30 hari kerja.

Namun, hingga berganti tahun, masih banyak keluhan di media sosial X dari mereka mereka yang mengaku sebagai pemegang tiket.

“Refund duit nevaeva gue oi duit gue itu jangan ditilep, semoga kalian gak pernah tidur nyenyak,” cuit salah satu warganet pada Selasa, 7 Januari.

Keluhan juga datang atas respon pihak penyelenggara. Salah satu akun mengunggah tangkapan layar yang diduga akun Instagram Pratama Pradana Inc.

“Penonton nagih refund konser ghoib Nevaeva malah dikatain rese sama oknum Pratama Pradana Pic. Gimana konser gak sepi,” tulis warganet lainnya.

VOI telah mencoba menghubungi pihak penyelenggara dan mereka yang mengaku sebagai pemegang tiket. Namun, belum ada balasan sampai artikel ini ditulis.

Adapun, permasalahan refund konser yang batal di Indonesia jadi masalah serius yang belum juga usai. Hal ini menunjukkan bahwa sertifikasi bagi promotor musik harus menjadi prioritas.

Dalam hal ini, Kadri Mohamad bersepakat dengan usulan Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) terkait sertifikasi.

Menurut penyanyi yang dijuluki The Singing Lawyer itu, sertifikasi penting untuk promotor musik, terutama untuk konser berskala internasional. Mereka yang menyelenggarakan konser musik besar, haruslah dianggap memiliki kompetensi yang sudah tersertifikasi.

“Menurut saya perlu (sertifikasi). Promotor ini mesti dibagi, ada promotor yang kelas A, misalnya yang menyediakan panggung-panggung besar,” kata Kadri saat dihubungi VOI pada Desember lalu.

“Semua unsur yang menjadi penyokong berdirinya suatu panggung outdoor, mulai dari sound, lighting, panggung, ticketing, marketing, perizinan, itu memang harus dari promotor kelas A. Sehingga memang mesti disertifikasi,” sambungnya.

Kadri melihat pentingnya sertifikasi agar tidak ada tindakan promotor yang justru membuat ekosistem pertunjukan di Indonesia kehilangan kredibilitasnya.

“Dibanding kalau misalnya (promotor) pemula, nggak punya track record, membuat konser dan tidak teregistrasi di suatu asosiasi, terus bikin acara gede,” katanya.

Hal ini juga untuk menghindari peristiwa-peristiwa yang mencoreng industri musik Indonesia, sebut saja kerusuhan, promotor yang melarikan diri karena tidak membayar lunas penampil, dan masih banyak lagi.

“Nah, itulah perlunya sertifikasi untuk promotor. Jadi ada kelas A, kelas B, dan kelas C,” ucap Kadri.

“Jadi jangan sampai terjadi, promotor-promotor yang bermasalah itu bikin suatu kekacauan di dalam panggung musik Indonesia, sehingga membuat orang tidak percaya lagi. Nanti sponsor tidak percaya dan penonton tidak percaya sama konser-konser tersebut. Makanya ini mesti di registrasi dan mesti disertifikasi,” tandasnya.