Bagikan:

JAKARTA - I Wayan Sudirana, komposer dan pengrawit (penabuh gamelan) asal Bali, berpendapat bahwa eksplorasi terhadap musik tradisi menjadi kunci untuk keberlanjutan musik tradisi itu sendiri.

Pandangan tersebut didapat Sudirana setelah mengamati perkembangan karawitan Bali. Ia melihat, eksplorasi yang dilakukan saat ini akan menjadi aset berharga di masa mendatang.

“Saya belajarnya dari maestro-maestro gamelan Bali, misalnya satu contoh, (I Wayan) Lotring, di tahun 1920an, Lotring itu orang pertama yang mendeklarasikan dirinya sebagai komposer sebelumnya nggak ada,” kata Sudirana saat ditemui di Bintaro, Tangerang Selatan beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, Lotring yang lahir di tahun 1887, membuat gebrakan di tahun 1920an dengan mengeksplorasi karawitan Bali. Banyak orang tidak mengerti gaya baru yang dimainkan sang maestro, karena dianggap keluar dari pakem-pakem yang berlaku di Keraton waktu itu.

“Nah surprisingly (anehnya), baru sekarang karya-karya Lotring itu digemari dan digandrungi,” ujar pria yang menjadi pengajar di ISI Denpasar itu.

Menurut Sudirana, Lotring berkesenian dengan visi yang jauh ke masa depan. “Lotring sudah memikirkan gimana musik Bali di tahun 2024, di tahun 2000an. Sudah dari tahun 1920an dia memikirkan sesuatu yang visioner.”

Apa yang terjadi pada I Wayan Lotring dengan eksplorasi musiknya, menjadi inspirasi besar bagi Sudirana. Pemenang Festival Film Indonesia (FFI) 2024 dalam kategori Penata Musik Terbaik itu ingin mengikuti jejak pendahulunya.

“Saya sebenarnya hanya terinspirasi dari itu. Jadi, kalau kita hanya membuat dengan mengikuti (yang sudah ada), kita tidak akan bisa membuat yang baru,” ujar Sudirana.

“Jadi saya berpikirnya bagaimana saya mempertebal diri dengan referensi musik-musik tradisi yang diwariskan ke saya, saya pelajari semuanya untuk membuat yang baru. Berdasarkan fondasi ini, saya memikirkan masa depan gamelan Bali berdasarkan apa yang saya pelajari dari sekarang,” tandasnya.