JAKARTA - Buntut dari video Momo yang menyanyikan lagu Geisha dalam sebuah konser musik, Roby Satria menunjukkan kegeramannya. Pasalnya, ia menyebut adanya kontrak bahwa lagu-lagu yang pernah dirilis band hanya bisa dibawakan dalam acara komersial oleh Geisha sebagai band.
Melalui akun Instagram miliknya, gitaris Geisha itu mengungkapkan kegeramannya dengan cara yang cukup berbeda. Ia mengunggah enam poin “apresiasi” yang mana sebagian besar isinya bernada satire.
“Mengapresiasi Geisha yang tetap dengan tegas menyatakan bahwa yang bersangkutan tetap bagian dari keluarga Geisha dan tetap memberikan sekian persen atas hak founder dari setiap off air yang berlangsung,” bunyi poin pertama yang diunggah Roby Satria, dilihat Senin, 15 Januari.
“Mengapresiasi vokalis yang merasa dikeluarkan sepihak tanpa dasar pembuktian yang valid namun masih menggunakan nama Geisha menjadi nama panggungnya,” bunyi poin kedua.
Terlihat dalam dua poin tersebut, Roby melayangkan sindiran untuk mantan rekan sebandnya itu, meski tidak secara langsung menyebutkan namanya.
Kemudian, Roby tampak menyebut tim yang mendukung Geisha masih diam meski sudah dirugikan. Dia juga mengkritik pihak-pihak yang dinilai “mendukung” lagu-lagu ciptaannya dibawakan tanpa memberikan hak pencipta.
BACA JUGA:
“Mengapresiasi semua team atas investasi Waktu pikiran dan keyakinannya atas masa depan geisha yang sekarang namun tetap memilih diam atas isu yang jelas jelas merugikan pihak Geisha secara brand/immateril dan materil,” bunyi poin ketiga.
“Mengapresiasi pula atas mereka yang di waktu bersamaan memberikan izin bahkan mendampingi atas penggunaan semua lagu lagu tersebut secara off air tanpa memberikan kepastian hak yang seharusnya dimiliki seorang komposer sang pemilik eksklusif,” bunyi poin keempat.
Lagi-lagi, dengan awalan “mengapresiasi”, Roby mengkritik cara kerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Ia menyebut lembaga yang ditugaskan menghimpun royalti musik itu tidak mampu mengembangi perkembangan dunia musik dan teknologi saat ini.
“Mengapresiasi Lembaga kolektif Nasional yang alot dalam mengambil langkah kongkrit atas beragam isu dan polemik antara penggunaan lagu dan hak eksklusif sang pencipta lagu yang kian marak. Dengan alibi menyulitkan/menyusahkan sistem tanpa mau berjuang untuk masa depan industri musik yang lebih baik dan inovatif,” bunyi poin kelima.
“Bertahan dengan konsep konvensional di tengah-tengah kemajuan teknologi yang kian pesat dan industri musik yang kian dinamis. Seakan akan seperti menutup peluang akan Digitalisasi yang justru lebih transparan, efisien dan pilihan solusi paling ideal untuk musik industri di Indonesia saat ini,” sambungnya.
Pada poin terakhir, Roby tampak mendukung penerapan direct license yang digaungkan beberapa penulis lagu Indonesia. Ia menyebut industri musik independen justru lebih baik dalam hal ini.
“Mengapresiasi industri musik independen yang justru memiliki empati lebih tinggi atas karya cipta. Dan menjalankan sistem direct license atas dasar kemanusiaan kepada komposer yang memapankan dirinya,” bunyi poin keenam.