Bagikan:

JAKARTA - Pencipta lagu semakin vokal soal pendapatan dari royalti lagu-lagu ciptaannya. Sebut saja kasus Rieka Roslan yang mengaku hanya mendapat Rp130 ribu dari lagu-lagu ciptaannya selama setahun. Belum lagi Piyu yang mengaku hanya mendapat Rp130 ribu dari lagu Penjaga Hati yang dinyanyikan Ari Lasso.

Permasalahan tersebut tentunya harus menjadi perhatian demi terpenuhinya hak-hak bagi pencipta lagu. Terlebih, sudah ada peraturan yang dibuat demi kesejahteraan mereka.

Kadri Mohamad, penyanyi yang juga berpraktik sebagai pengacara, ikut menyoroti persoalan tersebut. Menurutnya, sistem sudah terbentuk, namun penanganannya belum berjalan dengan baik.

Menurut Kadri, sudah ada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang bertugas menghimpun royalti para pencipta lagu, namun pekerjaannya belum bisa dimaksimalkan.

“Sistemnya sudah ada, sudah ada LMKN yang menghimpun royalti. Tapi, kerjanya memang belum maksimal,” kata Kadri Mohamad saat ditemui di Cirendeu, Tangerang Selatan baru-baru ini.

Kadri melihat LMKN belum bisa bekerja secara maksimal karena petugas yang menghimpun royalti para pencipta lagu belum banyak.

“Saya bukan membela LMKN, tapi memang tugasnya sangat berat. Mereka ditugaskan untuk narik royalti dari konser di seluruh Indonesia, sementara petugasnya paling berapa,” ucap Kadri.

“LMKN kan bukan kayak kantor pajak yang ada di mana-mana. Kalau kantor pajak kan ada sampai ke daerah-daerah, sementara LMKN Cuma segitu. Jadi, LMKN nggak bisa disalahkan sepenuhnya,” lanjutnya.

Oleh karenanya, Kadri melihat bahwa ada peranan penting bagi event organizer dan penyelenggara acara musik. Dia melihat keharusan dari pihak tersebut untuk membayarkan royalti.

“Makanya, sekarang yang bisa diharapkan ya kesadaran EO dan penyelenggara acara. Nggak mungkin LMKN mintain satu-satu setiap ada konser musik,” pungkas Kadri Mohamad.