Bagikan:

JAKARTA - Irama Nusantara, yayasan nirlaba yang fokus pada pengarsipan digital musik populer Indonesia menggelar Rangkaian Irama yang merupakan program yang menghadirkan pameran arsip musik populer Indonesia, forum diskusi, pemutaran film, hingga pertunjukan musik.

Rangkaian Irama akan digelar di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat pada 16 September hingga 15 Oktober mendatang.

Empat program utama yang dihadirkan itu dibuat dalam rangka perayaan 10 tahun perjalanan Irama Nusantara dalam mengarsipkan musik populer Indonesia.

Gerry Apriryan selaku Program Manager Irama Nusantara menyatakan bahwa apa yang akan dihadirkan dalam rangkaian acara ini bertujuan untuk memperlihatkan posisi arsip musik kepada masyarakat luas.

“Melalui Rangkaian Irama ini, kami ingin memperlihatkan apa yang sudah kami kerjakan selama 10 tahun ini, dan memperlihatkan ke publik secara lebih luas bagaimana posisi arsip dalam ekosistem ini,” kata Gerry Apriyan dalam rilis tertulis yang diterima VOI, Jumat, 1 September.

“Harapannya masyarakat bisa langsung merasakan fungsinya dan menangkap pentingnya arsip, terutama di lingkup musik Indonesia. Sehingga, kemudian semakin banyak orang yang tertarik untuk mengolah koleksi kami atau bahkan mungkin ikut berkontribusi,” lanjutnya.

Pameran arsip musik populer Indonesia akan menampilkan katalog lagu dalam kurun waktu 1960-1969 yang diberi nama Dari Ngak Ngik Ngok ke Dheg Dheg Plas.

Akan ada tiga zona pameran yang dihadirkan, diantaranya zona yang memperlihatkan awal mula perkembangan industri musik populer Indonesia (pra 1960-an), zona yang memperlihatkan industri musik populer Indonesia di bawah kekuasaan Orde Lama (1960-1965), serta zona yang mengajak pengunjung menyelami potret industri musik populer di bawah kekuasaan Orde Baru (1966-1969).

Program selanjutnya adalah Konferensi Ria: Arsip Nusantara yang akan digelar pada Sabtu, 14 Oktober. Program ini terbatas untuk para undangan yang terdiri dari para pegiat arsip budaya populer dari seluruh Indonesia untuk saling berbagi pengalamannya.

Selanjutnya, program diskusi bertajuk Bisik-Bisik Musik akan dihadirkan dengan mengangkat dialog terkait arsip musik populer Indonesia dari sudut pandang historis, industri, akademik dan juga penggunaan Hak Kekayaan Intelektual.

Beberapa topik yang dikemukakan dalam program ini antara lain “Mengakses Ingatan Musikal Lewat Arsip Visual”, “Arsip Inisiatif Kewargaan dan Kerja Komunitas”, “Menjaga Arsip Lokananta, di Masa Lalu, Kini dan Akan Datang”, hingga “Pengurusan HKI dalam Rilisan Ulang.”

Sembilan sesi diskusi akan digelar untuk umum. Bisik-Bisik Musik digelar pada 14 dan 15 Oktober dengan melibatkan pemateri dan narasumber yang berpengalaman dan berkompeten dengan topik-topik terkait.

Kemudian, pemutaran film juga dihadirkan untuk lebih memperkenalkan budaya pop Indonesia era 1960-an kepada masyarakat.

Enam judul film Indonesia pilihan dari dekade 1960-an akan diputar untuk umum setiap akhir pekan sepanjang pameran berlangsung, yaitu Amor & Humor (1961, sutradara Usmar Ismail), Liburan Seniman (1965, sutradara Usmar Ismail), Di Balik Tjahaja Gemerlapan (1967, sutradara Misbach Yusa Biran), Bintang Ketjil (1963, sutradara Wim Umboh & Misbach Yusa Biran), Cheque AA (1966, sutradara Alam Surawidjaja), dan Big Village (1969, sutradara Usmar Ismail).

Adapun, Rangkaian Irama akan ditutup dengan pertunjukan musik bertema Irama Berdendang yang akan digelar pada 14 dan 15 Oktober.

Lebih dari 20 artis akan terlibat dengan konsep tribute, cover-version dan DJ set. Beberapa para artis pengisi adalah Diskoria, Nonaria, Bangkutaman, Kurosuke, The Panturas dan Louise Monique & Galabby Thahira.

Seleksi musik-musik Indonesia juga akan dibawakan oleh para DJ atau selector seperti Dangerdope, Udasjam, Midnight Runners, Dua Sejoli dan Alunan Nusantara.