Bagikan:

JAKARTA - Band rock industrial asal Bandung, Koil merilis lagu baru berjudul Pecandu N★rkotbah pada 14 Mei kemarin di seluruh layanan streaming musik.

Perilisan ini merupakan babak baru dari perjalanan Otong (vokal), Donnyantoro (gitar), Vladvamp (bass, synthesizer), dan Leon Legoh (drum) dalam upaya menebus janji menuntaskan album penuh keempat mereka yang tertunda lebih dari dua windu.

Sebelumnya, Koil tengah dalam fase menyelesaikan berbagai seri 'angsuran' yang dirancang sebagai tonggak menuju album baru yang dimaksud.

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, Koil telah menelurkan dua seri dengan judul First Installment dan Second Installment, termasuk berbagai proyek opsional lain untuk penggemar (baca: Koil Killer Klub).

Antara lain, mencetak format baru album monumental, Blacklight, lalu merekam ulang lagu lama dalam payung Lagu Hujan EP—re-recording Lagu Hujan dan melahirkan remix Tangga Pelangi oleh Vladvamp—dirilis dalam format piringan hitam 7 inc (Grimloc Records) dan digital, hingga merilis album live dari konser bersejarah di Sabuga.

Dengan kata lain, lahirnya Pecandu N★rkotbah adalah bukti sekaligus jawaban dari banyaknya pertanyaan penggemar dan publik musik pada umumnya, terutama terkait eksistensi Koil di peta musik nasional, dan nyatanya, kreativitas bermusik Koil masih sangat prima dan tidak pudar karena usia.

Dalam hematnya, Pecandu N★rkotbah pernah dikenalkan Koil melalui seri installment pertama pada masa awal pandemi melanda (2020). Namun di luar rilisan fisiknya yang dicetak sangat terbatas, Pecandu N★rkotbah versi First Installment belum menemukan wujud aslinya secara utuh atau masih dalam bentuknya yang paling kasar berupa demo.

Menurut penuturan Donnyantoro, otak di balik pembuatan Pecandu N★rkotbah, lagu ini merupakan kepingan atau puing-puing harta karun dari sisa-sisa penggarapan album ketiga, Blacklight Shines On. Pondasi dari materi ini sudah diracik sejak 2005, namun kemudian dikristalkan karena satu dan lain hal.

“Sejak dibuat 18 tahun lalu, lagu ini sudah mengalami bongkar pasang aransemen berulang kali, sebelum akhirnya sampai ke versi seperti sekarang. Tapi mood-nya, sedikit banyaknya masih melingkar di range musik era Blacklight Shines On namun tentunya dengan gaya yang berbeda,” katanya seraya menyebut jika latar penciptaannya ini bersumber dari eksplorasi bebunyian synthesizer yang ia mainkan di markas besar Koil era itu, Sultan Agung 9.

Lazimnya, lagu Pecandu N★rkotbah masih mengedepankan ciri khas yang kental dengan identitas Koil selama ini. Berputar pada riff-riff dari kelokan sirkuit rock masa lampau yang mereka gemari dan bersentuhkan atmosfer gelap serta bassline menari-nari dengan bunyi perkusif pemicu adrenalin untuk ber-headbang ria.

Sisi lainnya, Pecandu N★rkotbah menawarkan aransemen yang lebih kompleks dibandingkan lagu Koil yang lain, juga tercatat menjadi lagu terkencang dari seluruh daftar katalog yang pernah Koil kenalkan sejauh ini.

Sementara pada departemen lirik, Pecandu N★rkotbah menyuguhkan sengatan larik menohok tentang fenomena kesalehan sosial. Tutur katanya sudah berbisa sejak verse pertama. “Atas nama harta, atas nama cinta, atas nama setan berkedok agama yang menjanjikan surga”. Tak ketinggalan, Otong yang selalu bertugas merajut lirik turut membubuhkan ciri khasnya dengan nukilan-nukilan humor menggelitik.

Dari apa yang disulam oleh Otong itu, Pecandu N★rkotbah berpotensi melahirkan friksi di sektor lirik. Urakan dengan pemilihan diksi pedas namun ada ruang yang seolah sengaja dibuat kosong untuk bahan renungan bagi siapa saja yang mendengar. Sebuah permainan kata-kata yang bersifat paradoksal.

Di samping itu, lagu Pecandu N★rkotbah juga memiliki kadar serampangan dengan sampling yang Koil sertakan. Sampling yang juga sekaligus bisa menjadi detector bagi pendengar tanpa perlu bersusah payah mencari tahu dari mana sumber inspirasi penulisan lirik ini tercipta.

Satu hal yang perlu digarisbawahi, Otong mengaku memposisikan diri sebagai penggemar berat dari sosok yang menginspirasinya melahirkan lagu Pecandu N★rkotbah. Apa yang ia tulis bukan untuk menyerang. Otong hanya melihat fenomena ini lalu mengubah bentuknya menjadi karya seni nan estetik. Sisanya, ia mempersilakan agar nilai dan maknanya diinterpretasi sebebas mungkin.

”Apa yang ditulis oleh Otong mungkin terkesan menohok dan kasar. Tapi faktanya fenomena tersebut adalah kenyataan yang juga kita lihat dan alami sehari-hari, bukan? Baik itu di media, media sosial, bahkan terjadi dan sangat dekat dengan lingkungan kita, di lingkaran pertemanan, bahkan hingga ke ruang lingkup keluarga,” ujar Leon Legoh.

Bukan Koil namanya jika tidak memberikan kejutan dalam setiap rilisannya. Alih-alih hanya menawarkan satu lagu saja, Pecandu N★rkotbah justru adalah rilisan format single dengan banyak pilihan. Pada konteks ini, Koil memanjakan penantian publik dengan sederet versi lain. Di luar lagu versi orisinal, Pecandu N★rkotbah terbagi ke dalam 7 jurnal musik reinterpretasi ragam bentuk dan pendekatan bebunyian.

Ketujuh versi itu di antaranya terkemas dalam tawaran nuansa gospel muram dan gelap yang digubah langsung oleh Vladvamp dengan judul The Ghost Spell Evangelist. Lalu ada versi remix berlatar drum and bass yang digarap oleh moniker sedarah mereka, Genesida, hingga deretan remix multitafsir lainnya yang melibatkan partisipasi organik dari kawan-kawan di luaran sana yang telah melewati kurasi super ketat Vladvamp.

Nama-nama remixer yang terpilih itu adalah EfanEvanEpan, Kassaf dan Batu Besi Pasir. Respons interpretasi yang mereka buat sangat unik dengan gaya pendekatan musikal yang agak mustahil disentuh oleh Koil, mulai dari funky kota hingga smooth jazz. Sedangkan sisa format lainnya adalah versi demo yang sebelumnya dikenalkan dalam rilisan First Installment dan nomor instrumental yang bisa dipakai untuk sesi berkaraoke.

Percayalah, Pecandu N★rkotbah lebih dari sekadar kejutan!