Bagikan:

JAKARTA - Kepedulian Soeharto dan Orde Baru (Orba) terhadap pendidikan tiada dua. Pemerintah Orba meyakini bahwa anak Indonesia harus dipersiapkan sebagai generasi penerus bangsa yang cemerlang. Program Wajib Belajar Enam Tahun sedari 1984, kemudian Wajib Belajar Sembilan Tahun sedari 1994 digalakkan.

Orba juga melirik bahwa siswa harus mempunyai standar gizi yang sama. Narasi itu membuat orba mencoba hadirkan program baru: makanan gratis. Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS), namanya.

Pendiri bangsa tak henti-hentinya memberikan contoh terkait maha dahsyat pendidikan. Jalur pendidikan dianggap sebagai alat penting bangsa Indonesia jadi bangsa besar. Jalur pendidikan juga dianggap sebagai ajian penting memerdekakan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan.

Potret itu membuat Soeharto dan Orba mengistimewakan dunia pendidikan. Pemerintah Orba bermimpi bahwa seluruh rakyat Indonesia paling tidak harus bersentuhan dengan pendidikan. Tidak boleh tidak. Pendidikan dianggap penting untuk menaikkan derajat bangsa Indonesia di mata dunia.

Potret Presiden Soeharto kala berjumpa anak-anak. (Istimewa)

Pendidikan pula dapat membuat generasi penerus bangsa muncul sebagai agen perubahan yang membawa Indonesia naik ke level bangsa besar. Pemerintah Orba lalu menggelorakan supaya anak Indonesia dapat menikmati pendidikan dari level awal hingga menengah.

Program Wajib Belajar Enam Tahun digulirkan pada 1984. Program itu mencoba membawa generasi penerus bangsa untuk dapat menempuh paling tidak pendidikan sampai lulus Sekolah Dasar (SD). Kebijakan itu berhasil meningkatkan anak-anak Indonesia yang tersentuh pendidikan.

Orba mulai percaya diri dengan menambah target programnya. Orba menghadirkan program Wajib Belajar Sembilan Tahun pada 1994. Program itu membuat anak-anak Indonesia minimal dapat menempuh pendidikan sampai SMP. Orba percaya diri bisa membuat anak Indonesia meraih pendidikan tinggi di masa depan.

“Peningkatan jumlah siswa ini akan segera juga berlangsung di tingkatan SMP, terutama setelah pemberlakuan kebijakan Wajib Belajar Sembilan Tahun pada tahun 1994. Jumlah siswa pada level pendidikan yang lebih tinggi masih tetap kecil, tetapi juga mengalami peningkatan yang signifikan. Jumlah mahasiswa di perguruan tinggi, berdasarkan kelompok usia, meningkat dari 1 persen pada tahun 1965 menjadi 7 persen pada tahun 1986.”

“Peningkatan ini bahkan berlangsung secara lebih nyata setelah jumlah perguruan tinggi yang ada semakin banyak, terutama untuk perguruan tinggi swasta sejak 1990. Pada 1960, hanya ada 135 lembaga perguruan tinggi (negeri dan swasta) di Indonesia. Pada 1991, jumlah itu menjadi 921, yang terdiri dari 872 perguruan tinggi swasta dan 49 perguruan tinggi negeri,” ujar Yudi Latif dalam buku Inteligensia Muslim dan kuasa (2005).

Makan Tambahan Gratis

Pemerintah tak hanya memikirkan bagaimana caranya supaya anak-anak Indonesia bisa sekolah. Mereka juga turut memikirkan supaya standar gizi anak sekolah meningkat – tak gampang sakit. Pemerintah Orba berpandangan persamaan gizi dianggap jadi jawaban munculnya generasi muda cerdas.

Orba pun menggagas program makanan gratis pada 1997. PMT-AS, namanya. Program itu dikuatkan dengan lahirnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1997. Isinya mengungkap terkait tindak lanjut dari program wajib belajar Sembilan Tahun.

Orba meminta jajarannya untuk saling bekerja sama untuk dapat memenuhi gizi anak sekolah SD/MI. Mereka harus mendapatkan makanan tambahan yang bergizi – paling tidak tiga kali dalam seminggu. Tujuannya supaya dapat mendorong minat dan kemampuan belajar siswa.

Tujuan lainnya supaya siswa tak sakit-sakitan. Mereka dapat terus bersekolah dan tiada yang putus sekolah. Bentuk makanannya tak berupa nasi dan lauk pauk. Akan tetapi, berupa makanan jajanan atau makanan kecil bernilai gizi tinggi – ambil contoh bubur kacang hijau.

Bahan makanan gratis diharuskan berasal dari pertanian atau industri setempat. Program itu berjalan lancar. Pihak sekolah banyak yang mendukungnya. Namun, masalah besar terjadi kala Soeharto dan Orba runtuh. Program itu tak berlanjut kala Orde Baru berganti era reformasi.

Program makan gratis yang diterapkan di DKI Jakarta pada masa Gubernur Anies Baswedan pada 2017-2022. (Dok. Pemprov DKI)

“Makanan jajanan untuk PMT-AS harus menggunakan bahan hasil pertanian setempat dan tidak dibenarkan menggunakan bahan makan produk pabrik. Atau industri yang dibeli atau didatangkan dari kota, seperti susu bubuk, susu kaleng, susu karton, macam-macam mie instant, roti atau kue-kue produk pabrik.”

“Makanan jajanan PMT-AS harus mengandung energi minimal 300 kalori dan 5 gram protein untuk tiap anak dalam setiap hari pelaksanaan PMT-AS. Makanan jajanan tersebut diberikan paling sedikit 3 kali seminggu atau selama 108 hari belajar efektif dalam satu tahun anggaran. Apabila memungkinkan penyediaan makanan jajanan dapat diselenggarakan lebih dari 3 kali seminggu,” isi Inpres Nomor 1 Tahun 1997 terkait PMT-AS.