Bagikan:

JAKARTA – Kerajaan Buleleng merupakan suatu kerajaan bercorak Hindu yang terletak di Bali bagian utara, tepatnya di Singaraja. Sejarah Kerajaan Buleleng dimulai pada pertengahan abad ke-17 Masehi dan berakhir pada tahun 1849 karena jatuh ke tangan Belanda.

Kerajaan Buleleng didirikan oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan. Deni Prasetyo dalam buku berjudul Mengenal Kerajaan-kerajaan Sejahtera (2009) menyebut I Gusti Anglurah Panji Sakti adalah anak I Gusti Ngurah Jelantik yang pada waktu kecil bernama I Gusti Gede Pasekan.

Ayahnya merupakan penguasa Kerajaan Gelgel yang bertakhta sejak tahun 1580 Masehi.  

Kendati merupakan seorang putra raja dan berstatus sebagai pangeran, I Gusti Anglurah Panji Sakti bukanlah putra mahkota, sebab dia ialah anak dari selir I Gusti Ngurah Jelantik bernama Sri Luh Pasek Gobleg.  

Saat masih kecil, Gede Pasekan berbeda dengan anak-anak lainnya. Dia memiliki keistimewaan, termasuk disebut-sebut memiliki kekuatan supranatural.

Hal ini membuat sang ayah I Gusti Ngurah Jelantik khawatir. Dia cemas jika suatu saat anaknya dari istri selir itu akan menggeser posisi pewaris takhta yang telah ditunjuknya, yaitu putra mahkota dari permaisuri.

Karenanya, pada saat Panii Sakti berusia 12 tahun, dia diasingkan ke kampung halaman ibunya, yakni di Desa Panji, Wilayah Den Bukit, Bali bagian utara.

Dalam pengasingannya, Panji tumbuh menjadi seorang pemimpin muda yang cemerlang. Dia berhasil menyatukan wilayah-wilayah sekitar Den Bukit bahkan kemudian dinobatkan menjadi raja.

I Gusti Anglurah Panji Sakti membangun kerajaannya sendiri pada 1660 yang kemudian diberi nama Kerajaan Buleleng.

Masa Jaya Kerajaan Buleleng

Perlu diketahui, Kerajaan Buleleng berdiri saat eksistensi Keraaan Majapahit kian memudar. Majapahit yang berpusat di Jawa bagian timur dikenal sebagai kemaharajaan besar dan telah berkuasa selama berabad-abad. Namun, kerajaan tersebut runtuh akibat adanya perebutan kekuasaan setelah Hayam Wuruk pada 1389 Masehi.

Selain itu, munculnya kekuatan Islam di Demak pada abad ke-15 Masehi juga menjadi penyebab runtuhnya eksistensi Majapahit, seperti yang ditulis oleh sejarawan Slamet Mulyana dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (2005).

Di timur Pulau Jawa, berdirilah Buleleng bersama sejumlah kerajaan Hindu lainnya di Bali. Amurwani Dwi dan kawan-kawan dalam Sejarah Indonesia (2014), menyebut, di Pulau Dewata saat itu berdiri beberapa kerajaan, seperti Gelgel, Klungkung, Buleleng, dan lain sebagainya.

Puri Agung Singaraja, tempat kediaman raja-raja Buleleng di Singaraja. (Wikimedia Commons)

Pada masa kekuasaan I Gusti Anglurah Panji, Kerajaan Buleleng berkembang pesat dan langsung mencapai kejayaan di masa-masa awalnya.

Kerajaan Buleleng memiliki bandar dagang yang ramai karena letaknya dekat dengan pantai Buleleng. Bandar dagang ini berperan sebagai penyalur pasokan hasil bumi dari para saudagar Bali ke daerah-daerah lain.

Mengutip buku I Gusti Anglurah Panji Sakti Raja Buleleng (1994) karangan Soegianto Sastrodiwiryo, wilayah Kerajaan Buleleng semakin bertambah luas setelah menaklukan Blambangan (Banyuwangi) dan Pasuruan di Jawa bagian timur.

Eksistensi Kerajaan Buleleng perlahan mulai memudar setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada 1704. Pada Tahun 1732, Buleleng ditaklukan Kerajaan Mengwi. Dua puluh tahun kemudian, tepatnya pada 1752, Buleleng kembali menjadi negeri yang merdeka.

Akan tetapi, lagi-lagi Buleleng yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Jelantik (1757-1780) kalah perang. Dia ditaklukkan pemimpin Wangsa Karangasem, I Gusti Pahang Canang. Dengan demikian, Kerajaan Buleleng di bawah kepemimpinan Wangsa Karangasem.

Di bawah kepemimpinan Wangsa Karangasem, keluarga istana Buleleng diberi posisi penting. Salah satunya adalah I Gusti Ketut Jelantik, pangerang Buleleng putra I Gusti Ngurah Jelantik.

Saat I Gusti Made Karangasem menjadi pemimpin Wangsa Karangasem pada 1825-1849, I Gusti Ketut Jelantik ditunjuk sebagai patih atau panglima perang.

Pada tahun 1846-1849, wilayah Buleleng diserbu oleh Belanda. Berdasarkan catatan Robert Pringle dalam A Short History of Bali (2014), I Gusti Ketut Jelantik menjadi pemimpin untuk melawan kaum penjajah.

I Gusti ketut Jelantik tewas dalam peperangan yang berakhir dengan puputan alias perang habis-habisan pada 1849. Sejak saat itu, wilayah Bali bagian utara, termasuk Karangasem dan Buleleng, dikuasai oleh Belanda.

Peninggalan Kerajaan Buleleng

Menurut tulisan Sugeng Riyanto dan kawan-kawan dalam Studi Potensi Lansekap Sejarah untuk Pengembang Wisata Sejarah di Kota Singaraja yang diterbitkan di jurnal Arsitektur Lansekap tahun 2016, ada sejumlah peninggalan sejarah Kerajaang Buleleng, antara lain:

1. Perempatan Agung (Catus Patha)

Perempatan Agung (Catus Patha) berada di perempatan Jalan Mayor Metra, l. Veteran, dan Jalan Gajah Mada.

Catus Patha adalah konsep tata ruang tradisional tentang perempatan jalan yang menjadi pusat pertumbuhan kota di Bali. Pembagian ruang pada perempatan agung terdiri dari pura-pura sebagai tempat ibadah, puri sebagai pusat pemerintahan, pasar sebagai pusat ekonomi dan lapangan sebagai ruang terbuka hiau.

Catus Patha Kota Singaraja sudah ada sejak zaman Kerajaan buleleng. Kawasan ini menadi pusat aktivitas ekonomi dan pemerintahan ketika periode pemerintahan Buleleng berlangsung.

2. Masjid kuno (keramat)

Peninggalan Kerajaan Buleleng ini berada di Jalan Hasanudin. Masjid Kuno adalah tempat ibadah umat Islam yang pertama di Kota Singaraja dan tergolong masjid tertua di Pulau Bali.  

Dulunya, masjid ini kondisinya terbengkalai dan ditutupi semak belukar yang ada sekitar Sungai Buleleng.

Masjid ini pertama kali ditemukan oleh orang Bajo suku Bugis ketika membersihkan semak belukar di pinggir Sungai Buleleng.

Keberadaan Masjid Keramat dikaitkan dengan masuknya ajaran agama Islam di Bali yang dibawa oleh para santri atau murid walisongo pada masa pemerintahan Kerajaan Buleleng.

Hal ini dibuktikan dengan bentuk dan arsitektur bangunan masjid yang mirip bangunan-bangunan masjid di daerah demak.

3. Masjid Agung Jami’

Masjid Agung Jami adalah tempat ibadah bagi umat Islam yang dibangun pada masa pemerintahan Kerajaan Buleleng.

Bangunan bersearah ini terletak di Jalan Imam Bonjol dan masuk ke dalam administrasi Kelurahan Bugis.

Masjid Agung Jami’ dibangun sebagai bentuk toleransi antar umat beragama ketika periode pemerintahan Kerajaan Buleleng berlangsung.

Masjid tersebut mulanya diberi nama Masid Jami’ yang artinya masjid yang bisa dipakai bersama-sama, sebab penggunaannya meliputi beberapa kampung disekitarnya.

Pada akhir 1970-an, kerabat puri dan tokoh umat Islam, merubah nama Masid Jami’ menjadi Masjid Agung Jami’ untuk mengenang jasa kebaikan Raja Buleleng pada masa itu.

4. Kampung Bugis

Berada di Jalan Patimura, Kampung Bugis merupakan kawasan pemukiman bagi masyarakat Suku Bugis. Wilayah ini terbentuk saat masyarakat suki Bugis menetap di Kota Singaraja pada abad ke-17.

Keberadaan Suku Bugis di Kota Singaraja adalah sebagai armada laut bagi Kerajaan Buleleng.

5. Kantor Bupati Buleleng

Kantor Bupati Buleleng berada di Jalan Pahlawan. Bangunan ini dulunya adalah kantor Asisten Residen pada masa pemerintahan Hindia Belanda di Bali.

Bangunan ini didirikan pada tahun 1849 Masehi setelah penjajah resmi menguasai Kota Singaraja. Setelah Indonesia Merdeka, bangunan ini dipakai sebagai Gedung Veteran dan Perguruan Tinggi.  

6. Pelabuhan Buleleng

Pelabuhan yang terletak di Jalan Erlangga ini dulunya merupakan kawasan Pelabuhan Buleleng dan satu-satunya lansekap sejarah yang sudah dikembangkan menjadi daya tarik wisata di Kota Singaraja.

Pada masa pemerintahan Kerajaan Buleleng, pelabuhan ini adalah kawasan pemukiman bagi masyarakat suku Bugis.

Di masa pemerintahan Hindia Belanda, eks Pelabuhan Buleleng adalah pintu gerbang utama Bali, terutama untuk kegiatan distribusi barang.

Sementara pada periode kemerdekaan, kawasa ini merupakan medan pertempuran antara masyarakat Buleleng dan Tentara Nasional Indonesia melawan pasukan Belanda (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Singaraja, 2013).

Daftar Raja Buleleng

Berikut ini adalah daftar Raja Buleleng dari Wangsa Panji Sakti:

- Gusti Anglurah Panji Sakti

- Gusti Panji Gede Danudarastra

- Gusti Alit Panji

- Gusti Ngurah Panji

- Gusti Ngurah Jelantik

- Gusti Made Singaraja

Sedangkan, daftar Raja Buleleng dari Wangsa Karangasem, antara lain:

- Anak Agung Rai

- Gusti Gede Karang

- Gusti Gede Ngurah Pahang

- Gusti Made Oka Sori

- Gusti Ngurah Made Karangasem