JAKARTA – Sejarah hari ini, 92 tahun yang lalu, 12 Oktober 1931, Patung Kristus Penebus (Cristo Redentor) yang berada di Gunung Corcovado, Rio de Janeiro, Brasil diresmikan. Peresmian itu disambut dengan penuh suka cita oleh seisi Brasil.
Patung Kristus Penebus kemudian jadi ikon Kota Rio de Janeiro yang mendunia. Sebelumnya, ide membangun patung besar keagamaan di atas Gunung Corcovado telah hadir sejak lama. Pemuka agama Kristen Katolik, Pedro Maria Boss ada di baliknya.
Dominasi penjajahan Portugis di Brasil tiada dunia. Pengaruh Portugis pun besar. Dari urusan bahasa hingga agama. Pun agama Katolik mendominasi seisi wilayah yang dikuasai Kekaisaran Brasil. Kuasa itu membuat pemuka agama Kristen Katolik begitu dihormati.
Pedro Maria Boss, misalnya. suaranya kerap didengar oleh Kekaisaran Brasil. Ia pun memiliki ide supaya Brasil membuat monumen keagamaan terbesar pada era 1850-an. Patung itu direncanakannya akan hadir di atas Gunung Corcovado.
Pedro Maria bak mencoba menjadikan patung itu sebagai pusat semesta. Ia seraya menerjemahkan ayat Alkitab Matius 25:32, lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya. Namun, tujuan Pedro tak melulu itu.
Alih-alih hanya jadi penegas dominasi Katolik di Brasil, Patung itu dianggap sebagai penghormatan kepada Isabel, putri dari Kaisar Brasil, Pedro II. Hasilnya tak sesuai harapan. Ide itu tak kunjung di eksekusi. Bahkan, hingga monarki yang menghantui Brasil segera lama runtuh.
Namun, ide Pedro Maria tak pernah lenyap, atau hilang. Sekalipun Pedro Maria telah tiada. Keuskupan Agung Katolik di Rio de Janiero coba melanjutkan mimpinya. Mereka mencoba mengusulkan pembangunan patung Kristus setinggi 38 meter yang ditempat di puncak gunung setinggi 704 meter segera dijalankan pada 1921.
Keinginan itu supaya patung Katolik itu dapat dilihat dari segala penjuru. Pembangunan pun digalang. Perancang patung juga dipilih. Bak gayung bersambut. Presiden Brasil, Epitacio Pessoa mengizinkan pembangunan patung di Gunung Corcovado.
Peletakan batu pertama fondasi dilakukan 4 April 1922. Peletakan batu itu dilakukan untuk memperingati seratus tahun kemerdekaan Brasil dari Portugis. Sekalipun desain akhir monumen tersebut belum paripurna dipilih.
“Pada tahun yang sama, Keuskupan mengadakan sebuah kompetisi untuk mencari perancang patung. Insinyur Brasil, Heitor da Silva Costa pun dipilih. Pemilihannya berdasarkan sketsa sosok Kristus yang memegang salib di tangan kanannya dan dunia di tangan kirinya. Ia bekerja sama dengan seniman Brazil, Carlos Oswald, kemudian mengubah rencana tersebut.”
“Oswald menyarankan ide pose sosok Kristus berdiri dengan tangan terentang lebar. Pematung Perancis Paul Landowski kemudian dihubungi untuk berkolaborasi dengan Silva Costa pada desain akhir. Dana dikumpulkan secara pribadi, terutama oleh gereja. Pembangunan dimulai pada tahun 1926 dan berlanjut selama lima tahun,” tertulis dalam laman Britannica, 14 Agustus 2023.
Pembangunan Patung Kristus yang kemudian dikenal sebagai Patung Kristus Penebus membawakan hasil. Pembangunan itu dikabarkan rangkum pada 1931. Pemerintah dan keuskupan setempat kemudian meresmikan Patung Kristus Penebus pada 12 Oktober 1931.
Peresmian itu disambut dengan suka cita oleh seisi Brasil. Pun keinginan Pedro Maria yang ingin Brasil memiliki patung besar simbol agama Katolik akhirnya terwujud. Patung Kristus Penebus menjelma jadi ikon populer Rio de Janeiro dan juga Brasil. Apalagi, kemudian patung itu dapat jadi 'gerbang' utama mendatangkan wisatawan dari segala penjuru dunia untuk datang ke Brasil.
BACA JUGA:
“Paras Yesus dalam pahatan Art Deco tahun 1931 itu rapi dan apik, dengan senyum tersungging di bibir, tapi tanpa pathos. Tak ada kepedihan dan rasa belas dalam Sang Penebus. Cristo Redentor ini hanya jauh, tinggi, menarik, dan bisa kita capai dengan naik lift. Turis-turis pun datang, memotret. Di bawah pedestal batu marmer ada sebuah ceruk yang dibuat untuk sebuah kapela kecil. Di ruang itu tampak sebuah altar modern, tiga deret kursi kayu dengan punggung tinggi yang dipernis. Lebih mirip sebuah bar.”
“Seorang Paus pernah datang ke sini. Tapi masih bisakah orang berdoa, sebenarnya? Hari ini tak ada orang yang berdoa. Tapi mungkin ini memang bukan tempatnya. Selama sejarah berabad-abad, manusia selalu memberikan yang terbaik dan termahal untuk memuja Tuhan. Tapi juga di pucuk Gunung Corcovado kita tak tahu apa yang dirayakan: kebesaran. Tuhan, atau kebesaran manusia yang mampu membangun sesuatu yang dahsyat tentang kebesaran Tuhan,” terang Sastrawan Goenawan Mohamad dalam buku Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai (2018).