20 Januari dalam Sejarah: Perang Dingin AS-Soviet di Ajang Olimpiade yang Mencoreng Muka AS
Jimmy Carter (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Pada awal 1980 perang dingin antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet bergulir sampai ke sektor olahraga. Tepat hari ini 20 Januari 41 tahun lalu Presiden Jimmy Carter mendesak agar Olimpiade Musim Panas 1980 dipindahkan dari Moskow, Rusia. Namun upaya pemboikotan AS tersebut berujung sia-sia.

Carter berdalih, pemindahan area pertandingan Olimpiade harus dilakukan karena Uni Soviet gagal menarik pasukannya dari Afghanistan. Ia memberi waktu satu bulan agar Uni Soviet menarik pasukannya itu. Jika tidak, AS mengancam gelaran Olimpiade akan dicabut dari negaranya.

“Sangat penting bagi dunia untuk menyadari betapa seriusnya ancaman invasi Soviet ke Afghanistan,” kata Carter. Dia berargumen tindakan agresif Uni Soviet akan membahayakan atlet dan penonton yang melakukan perjalanan ke Moskow untuk pertandingan. 

Mengutip History, Rabu 20 Januari 2021, Carter menyatakan jika Komite Olimpiade Internasional (IOC) menolak memindahkan Olimpiade, atlet AS akan memboikot pertandingan tersebut. Presiden IOC Lord Killanin segera membantah pernyataan Carter, dengan mengatakan bahwa tidak mungkin memindahkan pertandingan dari Moskow.

Setelah IOC menolak permintaan Carter, Komite Olimpiade Amerika Serikat (USOC) kemudian memilih untuk memboikot pertandingan di Moskow, keputusan yang diumumkan Carter pada 21 Maret 1980. Boikot itu menghancurkan harapan banyak atlet AS, terutama setelah Carter mendukung seruannya dengan undang-undang. 

Carter bersumpah mencabut paspor atlet AS yang nekat hadir ke pertandingan tersebut. Sementara itu, Killanin menyebut boikot AS sebagai pelanggaran terhadap piagam Olimpiade. Ia mengatakan bahwa Moskow telah ditunjuk sejak pertengahan 1970-an sebagai bagian dari kontrak yang mengikat -- kontrak yang hanya dapat dilanggar jika Uni Soviet melanggar tanggung jawab mereka sendiri.

Carter sejak itu secara terbuka membela keputusannya, tetapi yang paling merasakan dampaknya adalah para atlet yang tidak memiliki apa-apa untuk ditunjukkan selama bertahun-tahun latihan intensif untuk kejayaan Olimpiade. Pendayung Anita DeFrantz, yang memimpin gugatan yang gagal terhadap USOC pada 1980, kemudian menyebut boikot itu sebagai "latihan yang tidak berguna dan bagian yang memalukan dari sejarah AS."

Mencoreng muka sendiri

Terlepas dari sikap yang keras, Carter tahu dia bisa berakhir dalam rasa malu jika negara lain tidak mendukung boikot yang ia gencarkan. Menggarisbawahi ketidakpastian tujuannya, dia mengirim lalu Muhammad Ali sebagai duta besar untuk menggalang dukungan di seluruh Afrika. Di Afrika, Muhammad Ali yang populer justru mendapat sambutan yang sangat dingin.

AS adalah salah satu dari 60 negara yang akhirnya memboikot Olimpiade Moskow. Namun negara yang tidak mengirimkan tim secara resmi, tidak mengambil tindakan terhadap atlet yang memilih untuk tetap pergi. Di antara sekutu AS, Inggris Raya, Swedia, Prancis, dan Italia tetap mengirim tim ke Olimpiade. 

Uni Soviet mendominasi 80 negara peserta lainnya, memenangkan 195 medali yang di antaranya adalah 80 medali emas, pada Olimpiade 1980. Empat tahun kemudian, Uni Soviet membalas dendam dengan memboikot Olimpiade 1984 di Los Angeles, dengan mengatakan bahwa mereka khawatir tentang keselamatan atlet mereka mengingat lingkungan anti-Komunis yang kuat yang ada di AS. 

Sebaliknya, China yang dipimpin Komunis memutuskan untuk menghadiri pertandingan tersebut untuk pertama kalinya dalam 32 tahun. Sehingga jumlah total negara yang berpartisipasi mencapai rekor tertinggi yaitu 140 negara.

Boikot yang dilakukan oleh Carter tidak membantunya secara politik, karena Ronald Reagan tetap dapat menggulingkannya dari Gedung Putih pada akhir tahun. Sikap Carter juga berdampak kecil pada kebijakan, dengan Uni Soviet yang justru balas dendam dengan boikot Olimpiade 1984 di Los Angeles. Uni Soviet juga tetap mempertahankan kehadiran militer di Afghanistan hingga 1989.