31 Desember dalam Sejarah: India Bertekuk Lutut kepada Teroris Pembajak Pesawat India Airlines
Milisi Taliban di depan pesawat yang dibajak (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Memasuki abad 21, terjadi sebuah insiden penyanderaan pesawat India Airlines 814, oleh lima orang anggota Harkat-ul-Mujahideen. Mereka merupakan kelompok ekstrimis yang berbasis di Pakistan. Penyanderaan ini membuat pemerintah India bertekuk lutut kepada para teroris tersebut dan mencoreng kemampuan pemerintahnya dalam menangani aksi teror.

Pasalnya, untuk mengakhiri krisis penyanderaan, pemerintah India yang dipimpin Perdana Menteri Atal Bihari Vajpayee menyerah di hadapan teroris. Pemerintah India menuruti tuntutan para pembajak untuk membebaskan tiga anggota militan rekannya yang mereka tangkap. Teroris yang jumlahnya hanya lima orang ini berhasil lolos dari pemeriksaan pesawat, kemudian bisa membajaknya dan memaksa pemerintah memenuhi tuntutan mereka. 

Kronologi

Seperti dikutip India.com, Kejadian itu bermula pada 24 Desember 1999. Saat itu, Indian Airlines 814 atau biasa disebut IC 814, terbang dari Bandara Internasional Tribhuvan di Kathmandu, Nepal ke Bandara Internasional Indira Gandhi di Delhi.

Dalam pesawat itu setidaknya ada 176 penumpang dan 15 awak kapal. Pesawat itu dikemudikan Kapten Devi Sharan. 

Tatkala waktu menunjukkan pukul 5.30 sore dan pesawat berada di wilayah India, salah satu dari lima teroris mengancam akan meledakkan pesawat dengan bom dan memerintahkan pilot untuk terbang ke barat. Sementara empat orang lainnya yang mengenakan topeng merah mengambil posisi di seluruh pesawat dan menyandera 191 orang. 

Para pembajak kemudian meminta Sharan untuk mengalihkan pesawat melewati Lucknow dan menunju Lahore. Namun karena bahan bakar tak mencukupi, mereka setuju untuk mendarat di Amritsar.

Ketika pesawat mendarat di Amritsar, personel bersenjata polisi Punjab siap menyerbu ke dalam pesawat. Tapi Crisis Management Group di Delhi memerintahkan mereka untuk tidak melakukannya karena tidak menginginkan adanya korban.

Melihat ancaman serangan polisi, pesawat kemudian diarahkan untuk kembali terbang menuju Lahore. Mereka terbang tanpa sempat mengisi bahan bakar, sehingga harus melakukan pendaratan darurat di Lahore.

Awalnya, pemerintah Pakistan menolak izin kepada Indian Airlines untuk mendarat di Bandara Lahore dengan mematikan semua lampu di bandara. Namun mereka tak peduli, dan tetap mengusahakan pendaratan.

Sang pilot pesawat yang kena getahnya. Kapten Sharan, ditekan oleh para pembajak untuk mendarat dengan mengandalkan naluri visualnya dan mulai turun pada tempat yang ia pikir landasan pacu. 

Menyadari pesawat itu tak punya pilihan lain, Bandara Lahore akhirnya menyalakan lampu dan membiarkan pesawat untuk mendarat. Mereka lantas mengisi bahan bakar di Lahore dan mengizinkannya meninggalkan bandara tersebut.

Tujuan perjalanan mereka kali ini adalah Bandara Militer Dubai. Di sana, para pembajak membebaskan 27 penumpang.

Babak akhir

Rencana para pembajak itu lagi-lagi berjalan mulus, sampai akhirnya mereka meminta pilot untuk mendaratkan pesawatnya di Kandahar, Afghanistan. Saat pesawat mendarat militan Taliban mengepung pesawat.

Taliban mengkalim operasinya merupakan upaya untuk mencegah para pembajak membunuh para sandera. Namun kemudian ada dugaan hal itu dilakukan untuk mencegah militer India melakukan operasi penangkapan terhadap pembajak.

Untuk menarik perhatian media internasional, Taliban mengambil peran sebagai mediator antara para pembajak dan pemerintah India. Para pembajak akhirnya menuntut pembebasan tiga anggota militannya: Mushtaq Ahmed Zargar; Ahmed Omar Saeed Sheikh dan Maulana Masood Azhar.

Karena tak punya pilihan lain, Menteri Luar Negeri India Jaswant Singh pergi ke Kandahar membawa tahanan itu. Setelah tiga militan itu mendarat di Kandahar, para pembajak melepaskan para sandera yang ada di pesawat tersebut. 

Dan tepat pada hari ini 31 Desember 1999, 21 tahun lalu, para sandera yang dibebaskan dipulangkan dengan pesawat khusus. Lima pembajak tersebut kemudian pergi dengan membawa sandera Taliban untuk memastikan perjalanan mereka aman.

Setelah insiden tersebut, Biro Investigasi Pusat (CBI) India, menyelidiki kasus tersebut dan menuntut 10 orang termasuk lima pembajak yang masih melarikan diri dan berada di Pakistan. Sementara tiga orang lainnya yang terlibat, Abdul Latif, Yusuf Nepali dan Dilip Kumar Bhujel dinyatakan bersalah oleh pengadilan khusus anti pembajakan Patiala House dan diganjar hukuman penjara seumur hidup.