JAKARTA - Membicarakan sosok John Davison Rockefeller seolah tak pernah ada habisnya, terutama bagi para penyuka teori konspirasi. Namanya selalu disebut sebagai salah satu orang yang mengendalikan dunia.
Tapi, banyak yang mengenal dia sebagai sosok pekerja keras. Dia mengumpulkan kekayaan yang berlimpah dari gurita bisnisnya. John D Rockefeller dikenal kejam saat mengincar sesuatu, tapi di sisi lain, pria kelahiran 8 Juli 1839, di Richford, New York itu banyak beramal di ujung usianya.
Dikutip dari History.com, Rockefeller lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya adalah seorang pedagang keliling. Rockefeller kecil, turut membantu mencari uang untuk menopang kehidupan keluarga. Dia menjual permen, memelihara kalkun dan juga bekerja sampingan di rumah tetangga sekitarnya.
Tahun 1853, Rockefeller sekeluarga pindah ke daerah Cleveland, Ohio. Di sana, dia mengenyam pendidikan sebagai akuntan di sebuah perguruan tinggi swasta. Memasuki tahun 1855, Rockefeller mendapat pekerjaan sebagai juru tulis di perusahaan Hewitt & Tuttle yang bergerak dibidang pengiriman barang. Empat tahun kemudian, tepatnya pada 1859, dia berhenti bekerja dan memulai bisnis bersama rekan sekantornya.
Mereka mencoba peruntungan sebagai pedagang jerami, daging, biji-bijian dan barang-barang lainnya. Keuntungan yang diraup kala itu mencapai 450 ribu dolar AS.
Kesuksesan tersebut membuat keduanya menjajal industri minyak yang sedang booming saat itu. Bersama rekannya, Rockefeller berinvestasi di kilang minyak Cleveland. Tak hanya itu, dia juga membeli perusahaan-perusahaan kecil untuk mengembangkan perusahaan minyaknya.
Rockefeller muda yang mapan, menikahi Laura Celestia Spelman pada 1864. Laura adalah anak dari seorang politisi sekaligus pengusaha konstruksi. Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai lima orang anak, yakni seorang putera bernama John Davison Rockefeller Junior dan empat putri, Edith Rockefeller McCormick, Elizabeth Rockefeller Strong, Alta Rockefeller Prentice dan Alice Rockefeller yang meninggal ketika berusia 13 bulan.
Gary Allen menulis dalam bukunya yang berjudul The Rockefeller Files, pada 1865 Rockefeller meminjam uang di bank guna membeli beberapa perusahaan milik mitra bisnisnya dan mengambil kendali atas kilang minyak di Cleveland. Di tangan Rockefller, kilang itu dikembangkan jadi kilang terbesar saat itu. Bisnis minyak bumi yang kala itu menjadi bahan pokok ekonomi, dan membuat Rockefeller menjadi semakin kaya.
Cengkraman bisnis minyak ia perluas. John D. Rockefeller bersama saudaranya William A. Rockefeller, dan rekan bisnisnya yakni Henry Flagler, Jabez A. Bostwick, Samuel Andrews, dan Stephen V. Harkness, mendirikan Standard Oil Company Of Ohio pada tahun 1870. John D. Rockefeller jadi pemegang saham terbesar.
Berkat kelihaian lobi dan kedekatannya dengan para politisi, Standard Oil memperoleh monopoli dalam industri minyak. John juga aktif membeli kilang minyak dari perusahaan kelas menengah dan kilang minyak pesaing bisnisnya. Produk Standard Oil dipasarkan ke seluruh dunia.
Dua belas tahun berselang, pada 1882 berbagai perusahaan Rockefeller yang dibeli, digabungkan jadi satu perusahaan di bawah payung Standard Oil Trust. Dari perusahaan besar ini, dia mengendalikan 90 persen kilang minyak dan saluran pipa minyak nasional.
Dalam hal mengeksploitasi minyak, Standard Oil melakukan berbagai cara, mulai dari membangun barel minyak sendiri hingga mempekerjakan para ilmuwan guna mencari tahu lahan-lahan potensial yang memiliki kandungan minyak bumi.
Praktik monopoli dan eksploitasi minyak besar-besaran oleh Rockefeller sempat terusik, kala Ida Tarbell membongkar kelicikan perusahaan Standard Oil dalam menjalankan bisnisnya. Ida Tarbell adalah seorang penulis, dosen, jurnalis investigasi, sekaligus putri pengusaha yang menjadi korban Rockefeller. Dalam bukunya, The History of the Standard Oil Company, yang dipublikasikan pada 1902 hingga 1904, dia menceritakan bagaimana Rockefeller membuat Ayahnya bangkrut dan koleganya memilih bunuh diri.
Dalam penulisan bukunya, Tarbell mewawancarai puluhan karyawan Standard Oil, mengunjungi kantor Standard Oil, mewawancarai perwakilan Standard Oil yakni Henry Rogers, hingga mengunjungi gereja yang kerap Rockefeller datangi.
Tarbell berhasil mengumpulkan 300 kesaksian narasumber, saking detail penjabarannya, dia sempat dituduh mata-mata perusahaan saingan yang akan menghancurkan Standard Oil.
Tarbell mengekspos praktik bisnis perusahaan Rockefeller itu, mulai dari peran Standard Oil memasok minyak untuk tentara dalam perang sipil, mempekerjakan intelijen pemerintah, mendapat tarif khusus jalur transportasi untuk mengangkut minyak, hingga mengancam perusahaan pesaingnya untuk mengikuti permainan monopoli Standard Oil. Jika ada perusahaan yang menolak, dapat dipastikan perusahaan tersebut akan hancur.
Pada tahun 1903, saat Tarbell tengah mengungkap skandal Standard Oil, ia melihat Rockefeller sedang duduk di sebuah peribadatan gereja. "Sangat menyedihkan, orang yang melihat John Rockefeller duduk dalam sebuah pelayanan di gereja akan merasa ia adalah objek paling menyedihkan di dunia," tulis Tarbell.
Mendapat kritik keras dari Ida Tarbell lewat bukunya, Rockefeller tak membantahnya. Hal itu diungkapkan Elbert Hubbard yang menggambarkan bungkamnya Standard Oil atas serangan Tarbell yang dia tulis dalam buku berjudul A Little Journey To The Home of John D. Rockefeller.
"Hingga saat ini, atau hingga baru-baru ini, perusahaan minyak Standar telah menolak untuk menjawab para penyerangnya. Para manajernya begitu sibuk melakukan hal-hal progresif sehingga mereka tidak punya waktu untuk melakukan perang argumen yang bertele-tele. Kebisuan Standard Oil bisa juga ditafsirkan sebagai pengakuan bersalah.' ujar Elbert Hubbard.
Pada 29 September 1916, seluruh surat kabar di Amerika Serikat mengeluarkan berita tentang John D. Rockefeller yang telah melampaui 'batasan ajaib'. Statusnya naik dari seorang jutawan menjadi miliarder pertama yang tercatat dalam sejarah. Pemicunya adalah kenaikan harga saham perusahaan Standard Oil.
"Sebanyak 247.692 saham milik Rockefeller kala itu bernilai hampir 499 juta dolar AS. Nilai fantastis ini digabungkan dengan kepemilikannya di sejumlah bank, perusahaan kereta api, juga obligasi tingkat nasional, negara bagian, maupun kota, membuat kekayaannya menjadi beberapa miliar dolar," demikian cuplikan pemberitaan seperti dikutip dari berita Time yang berjudul Who Was Really the First American Billionaire. Sejak tahun 1916, Rockefeller dijuluki miliarder pertama dan satu-satunya di Amerika Serikat selama periode waktu yang panjang.
Seiring bertambahnya kekayaan dan kesuksesan Rockefeller yang luar biasa itu kerap menjadikannya sasaran para jurnalis dan politisi. Mereka memandang raja minyak ini sebagai simbol keserakahan. Mereka juga mengkritik metode yang digunakan Rockefeller dalam membangun kerajaan bisnisnya.
"Dia (Rockefeller) dituduh menghancurkan kompetisi, menjadi kaya dengan potongan harga dari jalur kereta api, menyuap orang untuk memata-matai perusahaan yang bersaing, membuat perjanjian rahasia, memaksa saingan untuk bergabung dengan Standard Oil Company di bawah ancaman dipaksa keluar dari bisnis, membangun kekayaan besar di atas puing-puing orang lain, dan sebagainya," seperti dikutip dari arsip berita The New York Times edisi 1937
Jalan bisnis Rockefeller yang sering dinilai kejam, bahkan brutal, membuat ia mendapat julukan lain, yakni "orang paling dibenci di Amerika", seperti yang tertulis dalam buku biografi Rockefeller yang berjudul Titan: The Life of John D. Rockefeller karya Ron Chernow.
Untuk menghapus citra buruk itu, Chernow menjelaskan, Rockefeller memberikan sebagian besar kekayaannya untuk amal. Dia juga selalu memberikan uang koin baru pada anak-anak kecil yang ada di dekatnya. Kedermawanan Rockefeller dapat dilihat dari banyaknya lembaga-lembaga yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, agama, seni, dan juga kesehatan.
BACA JUGA:
Berubahnya Rockefeller menjadi seorang filantropis ini meningkatkan citra keluarganya di masyarakat sebagai keluarga dermawan. Rockefeller mendirikan sebuah yayasan amal pada tahun 1901 yang ia beri nama The Rockefeller Institute for Medical Research. Bergerak di bidang kesehatan masyarakat, ia memberikan sebagian penghasilannya demi mengembangkan yayasan agar bermanfaat dalam peningkatan kesehatan masyarakat.
Sam Parr dalam tulisannya berjudul The Epic Rise of John D. Rockefeller yang dimuat di The Hustle edisi Maret 2016 menyebut Rockefeller dengan, "Monopoli paling kejam, kurang ajar, tanpa belas kasihan, dan menggenggam yang pernah mengikat sebuah negara."
Standard Oil terkenal karena menjual minyak tanah untuk membuat pesaing lokal keluar dari bisnis tersebut. Untuk menghancurkan para pesaingnya, Rockefeller akan membuat mobil tangki dan kereta api yang mengangkut minyak pesaingnya kekurangan bahan bakar. Kemudian, ia akan membeli semua barel di pasar sehingga para pesaingnya tidak memiliki tempat untuk menyimpan atau mengirimkan minyak mereka.
Rockefeller juga membeli semua bahan kimia yang diperlukan untuk memurnikan minyak. Dengan cara ini, tercatat kerajaan Standard Oil yang luas meliputi 20.000 sumur domestik, 4.000 mil pipa, 5.000 mobil tangki, dan lebih dari 100.000 karyawan.
Bagaimana pun pengaruh Rockefeller dalam bisnis minyak masih terlihat hingga saat ini. Meskipun Standard Oil pada akhirnya dipaksa bubar oleh pemerintah Amerika Serikat, toh pada kenyataannya anak perusahaan Standard Oil masih berdiri tegak hingga saat ini, seperti Exxon, Conoco Phillips dan Chevron.
John David Rockefeller, pendiri Standard Oil ialah orang terkaya yang pernah hidup. Kekayaannya tak hanya tercatat dalam sejarah Amerika, tetapi dalam sejarah dunia.
Pada tahun 1937 John Davison Rockefeller secara mendadak meninggal dunia di usia 98 tahun. Dia ditemukan tewas sendirian tanpa didampingi keluarganya.
Koran Albany Evening News, edisi 24 Mei 1937 memberitakan kematian John Rockefeller dengan judul "Aged Philanthropist Dies Relatively Poor Man in 98th Year."