Sejarah Kemerdekaan Indonesia: Cerita Bendera Merah Putih Dijahit Ibu Fatmawati
Ibu Fatmawati Soekarno menjahit bendera merah putih pada Oktober 1944, yang akhirnya menjadi bendera pusaka dan dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. (Arsip Kompas)

Bagikan:

JAKARTA - Tiada yang menyangsikan 'daya magis' dari Bendera Merah Putih. Saban hari Bendera Merah Putih berkibar, nyali dan semangat pejuang kemerdekaan Indonesia meningkat. Penjajah Belanda hingga Jepang mengetahui hal itu. Mereka acap kali melarang pengibaran bendera.

Namun, semua berubah ketika Jepang menjanjikan Indonesia merdeka. Bendera itu dibolehkan mengudara. Semuanya bersuka cita. Fatmawati apalagi. Ia pun menjahit khusus bendera untuk dikibarkan di hari kemerdekaan Indonesia.

Mata rantai penjajahan tak melulu dapat diputus dengan angkat senjata. Pejuang kemerdekaan memahami benar hal itu. Mereka menggunakan segala cara untuk satu tujuan: merdeka. Propaganda jadi salah satu cara. Propaganda yang paling mampu membakar semangan adalah dengan mengandalkan simbol-simbol perlawanan.

Bendera Merah Putih dan lagu kebangsaan Indonesia Raya adalah beberapa di antaranya. Pejuang kemerdekaan acap kali menggunakan kedua elemen itu ketika mengorganisir massa untuk meruntuhkan ‘benteng’ kolonialisme. Soekarno bahkan terang-terangan menggunakan keduanya (bendera dan lagu) tiap membakar semangat rakyat dari mimbar ke mimbar.

Presiden Soekarno dan Ibu Fatmawati beserta kelima anak mereka: Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. (Wikimedia Commons)

Hasilnya menakjubkan. Semangat kaum bumiputra meningkat. Ajian itu begitu ditakuti oleh penjajah Belanda. Gerakan pejuang kemerdekaan pun diganggu. Mereka diancam oleh Belanda dengan hukuman penjara dan pengasingan. Namun, semangat kemerdekaan tetap menyala.

Jepang yang menggantikan Belanda sebagai penjajah pun sama. Empunya kuasa takut dengan aksi pengibaran bendera Indonesia. Satu-satunya bendera yang boleh berkibar adalah bendera Jepang. Selain itu tidak dibolehkan karena dianggap dapat menggangu eksistensi Jepang di wilayah jajahan.

Pada akhirnya, Jepang pun melunak. Ia yang mulai menelan kekalahan di Perang Dunia II tengah memberikan Indonesia kebebasan. Mereka menjanjikan Indonesia merdeka. Bendera dan lagu kebangsaan Indonesia boleh digunakan di mana saja. Untuk tujuan apa saja pada 1944.

“Lalu, bagaimanakah kisah di balik keberadaan Sang Saka Merah Putih? Setahun sebelum Indonesia merdeka, Jepang sudah menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Itulah sebabnya mengapa Jepang sudah mengizinkan para pemuda dan pejuang Indonesia untuk menggunakan simbol-simbol kebangsaan seperti bendera merah putih ataupun menyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa harus sembunyi-sembunyi.”

“Soekarno merasa sangat bangga dengan hal tersebut. Soekarno yakin bahwa keputusan Jepang tersebut sangat membantunya dan para pejuang lainnya untuk bisa membangkitkan semangat juang para pemuda pemudi Indonesia pada waktu itu. Namun sayangnya, Soekarno dan Fatmawati mengalami kesulitan untuk memperoleh bendera merah putih. Pada waktu itu, hanya ada kain goni, dan kain tersebut terlalu berat untuk dikibarkan sebagai sebuah bendera,” ungkap Abraham Panumbangan dalam buku The Uncensored of Bung Karno (2016).

Fatmawati Jahit Bendera Merah Putih

Soekarno dan istrinya, Fatmawati ikutan merundingkan perihal bendera yang mampu merepresentasikan Indonesia. Keduanya ingin supaya Indonesia memiliki bendera dengan ukuran dan bahan yang bagus. Soekarno pun mengusulkan wanita yang akrab disapa Ibu Fat untuk segera mencari bantuan.

Ibu Fat tak kehilangan akal. Ia meminta tolong kepada pemuda yang bernama Chairul Bahri. Pemuda itu diminta Fatmawati untuk meminta bahan bendera kepada pesohor Jepang yang pro kemerdekaan Indonesia, Shimizu.

Semua itu dilakukan karena mencari bahan bendera tak mudah pada masa itu. Apalagi Jepang terlibat dalam Perang Dunia II. Bahan-bahan kain sedang krisis. Kalaupun ada, maka penguasa Jepang yang menguasai. Karenanya, Ibu Fat menemukan bantuan yang tepat.

Kuasa Shimizu membuatnya mendapat beberapa lembar kain untuk dijahit jadi Bendera Merah Putih. Sebab, Shimizu dengan lihai membujuk militer yang menjaga gudang milik Jepang. Fatmawati senang bukan main. Ia langsung menjahit bendera itu.

Pengibaran Bender Merah Putih saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada 17 Agustus 1945. (Wikimedia Commons)

Bendera itu pula jadi bendera yang paling bersejarah. Bendera Merah Putih jahitannya jadi bendera yang digunakan saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Tak hanya itu, setelahnya bendera itu sempat dipakai beberapa kali untuk memeriahkan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia.

“Ketika akan melangkahkan kakiku keluar dari pintu terdengarlah teriakan bahwa bendera belum ada, kemudian aku berbalik mengambil bendera yang aku buat tatkala Guntur masih dalam kandungan, satu setengah tahun yang lalu.”

“Bendera itu aku berikan pada salah seorang yang hadir di tempat di depan kamar tidurku. Nampak olehku di antara mereka adalah Mas Diro (Sudiro ex Walikota DKI), Suhud, Kolonel Latief Hendraningrat. Segera kami menuju ke tempat upacara, paling depan Bung Karno disusul oleh Bung Hatta, kemudian aku,” terang Fatmawati dalam buku Catatan Kecil bersama Bung Karno (2016).