JAKARTA - Pada 15 September. Gedung Putih menjadi saksi penandatanganan normalisasi hubungan antara Israel dengan dua negara Teluk Arab, Uni Emirat Arab dan Bahrain. Sebelumnya, Gedung Putih juga pernah menjadi saksi perdamaian antara Israel dan Mesir, tepatnya pada 17 September 1978.
Di Gedung Putih di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Presiden Mesir Anwar el-Sadat dan Perdana Menteri (PM) Israel Menachem Begin menandatangani Perjanjian Camp David, meletakkan dasar untuk perjanjian perdamaian permanen antara Mesir dan Israel setelah tiga dekade mengalami gejolak dan permusuhan. Kesepakatan dinegosiasikan selama 12 hari dalam pembicaraan intensif di tempat peristirahatan Presiden AS Jimmy Carter di Camp David, Pegunungan Catoctin, Maryland.
Perjanjian perdamaian final, yang mana pertama kali dilakukan oleh Israel dan salah satu negara Arab, ditandatangani pada Maret 1979. Sadat dan Begin bersama-sama dianugerahi Penghargaan Nobel Perdamaian 1978 atas upaya perdamaian mereka.
Melansir History, Kamis, 17 September, Israel dan Mesir mengalami perang yang terus menerus sejak berdirinya Israel pada 1948. Dalam tiga perang yang melibatkan Arab-Israel, Israel dengan mampu mengalahkan Mesir. Akibat perang 1967, Israel menduduki Semenanjung Sinai Mesir, semenanjung seluas 37.000 km persegi yang menghubungkan Afrika dan Asia.
Ketika Anwar el-Sadat menjadi presiden Mesir pada 1970, ia mendapati dirinya sebagai pemimpin negara yang bermasalah secara ekonomi yang tidak mampu melanjutkan perang tanpa akhir melawan Israel. Dia ingin berdamai dan dengan demikian mencapai stabilitas dan pemulihan Sinai. Tetapi setelah kemenangan Israel yang mencengangkan dalam perang 1967, kecil kemungkinan bahwa persyaratan perdamaian Israel akan menguntungkan Mesir.
Tidak tinggal diam, Sadat menyusun rencana untuk kembali menyerang Israel. Cara tersebut tidak berhasil, namun berhasil meyakinkan orang Israel bahwa perdamaian dengan Mesir itu perlu.
Pada 1972, Sadat mengusir 20.000 penasihat Uni Soviet dari Mesir dan membuka saluran diplomatik baru dengan AS, yang, sebagai sekutu utama Israel, akan menjadi mediator penting dalam setiap pembicaraan damai dengan Israel. Kemudian, pada 6 Oktober 1973, pasukan Mesir dan Suriah melancarkan serangan bersama terhadap Israel. Saat itu Yom Kippur, hari paling suci bagi orang Yahudi dan pasukan Israel sangat terkejut. Perlu lebih dari seminggu bagi Israel untuk mengalahkan kemajuan Arab yang mengesankan.
Pengangkutan senjata AS membantu perjuangan Israel, tetapi Presiden AS Richard Nixon menunda bantuan militer darurat selama tujuh hari sebagai sinyal diam-diam dari simpati AS untuk Mesir. Pada November, gencatan senjata Mesir-Israel diamankan oleh AS.
Meskipun Mesir kembali menderita kekalahan militer melawan Israel, keberhasilan awal Mesir sangat meningkatkan prestise Sadat di Timur Tengah dan memberinya kesempatan untuk mencari perdamaian. Pada 1974, yang pertama dari dua perjanjian pelepasan Mesir-Israel yang mengatur pengembalian sebagian area Sinai ke Mesir ditandatangani dan pada 1975. Sadat melakukan perjalanan ke AS untuk membahas upaya perdamaian dan mencari bantuan dan investasi di AS.
Ketika pembicaraan dengan Israel terhenti, Sadat melakukan perjalanan dramatis ke Yerusalem pada November 1977 dan berbicara di hadapan Parlemen Israel. Pada September 1978, Presiden AS Jimmy Carter mengundang Sadat dan Begin ke retret presiden di Camp David, Maryland, di mana kesepakatan perdamaian disepakati di bawah arahan Carter.
BACA JUGA:
Ditandatangani pada 17 September, perjanjian bersejarah menghasilkan evakuasi Israel lengkap dari Sinai, meletakkan dasar untuk penandatanganan perjanjian perdamaian akhir dan menguraikan kerangka kerja yang lebih luas untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah.
Sadat dan Begin menerima Hadiah Nobel Perdamaian karena telah melakukan perjanjian tersebut. Pada 29 Maret 1979, perjanjian perdamaian permanen ditandatangani yang sangat mirip dengan Perjanjian Camp David. Perjanjian itu mengakhiri keadaan perang antara kedua negara dan menyediakan pembentukan hubungan diplomatik dan komersial penuh.
Meskipun Sadat sangat dipuji di Barat, dia dikutuk secara luas di dunia Arab. Pada 1979, Mesir diusir dari Liga Arab dan oposisi internal terhadap kebijakannya yang menyebabkan krisis domestik. Pada 6 Oktober 1981, Sadat dibunuh oleh ekstremis Muslim di Kairo saat menonton parade militer memperingati Perang Yom Kippur. Meskipun Sadat meninggal, proses perdamaian dengan Israel terus berlanjut di bawah arahan presiden baru Mesir, Hosni Mubarak. Pada 1982, Israel memenuhi perjanjian damai 1979 dengan mengembalikan segmen terakhir Semenanjung Sinai ke Mesir.