Bagikan:

JAKARTA - Tak dapat dipungkiri peran pemadam kebakaran (damkar) begitu vital dalam kehidupan kita terlebih di perkotaan. Mereka menjadi garda terdepan dalam meredam si jago merah, baik di permukiman penduduk hingga objek vital negara. Di Indonesia, aksi mereka sudah terekam sejak era kolonial. Bagaimana sejarahnya? 

Beberapa hari lalu, Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) RI di Jalan Sultan Hasanudin Dalam Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, terbakar. Penyelamatnya tak lain adalah damkar. 65 unit mobil damkar dan 230 personel dikerahkan untuk memadamkan api. Ini merupakan salah satu dari ribuan kasus kebakaran yang pernah terjadi sejak zaman Belanda.

Damkar sudah ada sejak Indonesia masih dijajah oleh Belanda. Kala itu, kompeni mulai terpikirkan membentuk Brandweer --sebutan damkar-- di Surabaya dan Batavia.

Pada 1795 saat Belanda dikuasai Prancis, berdiri satuan pemadam kebakaran bernama de Brandweer te Surabaya. Sedangkan di Batavia (sekarang Jakarta) de Brandweer te Batavia baru terbentuk saat Belanda memperoleh kedaulatan kembali melalui kongres Vienna pada 1815.

“Dalam catatan historis, damkar di Kota Surabaya menduduki posisi tertua di Indonesia. Seperti dituliskan Von Faber, dalam Oud Sorabaia, Uitgegeven Doorde Gemeente Soerabaia, berdirinya de Brandweer (Damkar) Surabaya sudah ada jauh sebelum de Brandweer Batavia. Pada tahun 1931, di Kota Surabaya urusan de Brandweer mulai diorganisir oleh pemerintah Hindia Belanda, tanggal 4 September 1810. Kemudian di Batavia (Jakarta), yang mulai diorganisir tahun 1873,” tulis Mansyur dalam Bandjarmasin Tempo Doeloe: Sketsa Kecil dari Bingkai Masa Lalu (2019).

Pembentukan Brandweer pun dirancang sebagai salah satu komponen alat untuk menjalan agresi kompeni di Hindia-Belanda. Yang mana, pemerintah kolonial mulai serius menancapkan kekuasaannya baik dalam memerintah, mengatur, dan menyediakan fasilitas yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Uniknya, pertama kali Brandweer dibentuk itu tak memiliki petugas tetap. Baru pada 1850-an, petugas resmi damkar dibentuk. Akan tetapi, belum dijalankan secara serius. Kelak, penggorganisasian serius Brandweer baru terlaksana karena adanya peristiwa kebakaran besar di daerah Kramat Kwitang pada 1913.

Kebakaran besar tersebut menjadi pelajaran berharga bagi Kompeni. Banyak rumah yang tak dapat diselamatkan karena Brandweer tak memiliki alat pemadam yang memadai. Berdasarkan itulah, Walikota pertama Batavia, GJ. Bisschop meresmikan de Branweer Batavia pada 1919.

Petugas pemadam di Batavia didominasi oleh warga Belanda yang profesional. Bahkan pemerintah kolonial kemudian melengkapinya dengan peralatan modern.

Tentu peralatan mereka jauh berbeda dengan zaman sekarang. Dulu belum ada mobil tangki berisi berkubik-kubik air. Pemadam api tempo dulu cuma memiliki tangga, alat manual semprot air tangan, hingga baju dan helm mirip jas hujan yang tak tahan api.

Markas pemadam kebakaran (Sumber: Wikimedia Commons)

Disambut positif

Meski begitu, kiprah de Branweer Batavia pun justru mendapatkan sambutan positif di masyarakat. Lewat sekelompok tokoh masyarakat Betawi, de Brandweer Batavia diberikan sebuah penghargaan pertama atas bakti para petugas damkar. Tanda penghargaan tersebut diberikan dalam bentuk prasasti pada 1 Maret 1929, dengan tulisan:

Di dalam masa jang soeda-soeda bahaja api djarang tertjega habis terbakar langgar dan roema.

Tidak memilih tinggi dan renda sepoeloeh tahoen sampai sekarang semendjak Brandweer datang menentang bahaja api moedah terlarang mendjadikan kita berhati girang.

Tanda girang dan terima kassi kami semoea orang Betawi menghoedjoekan pada hari jang ini tanda peringatan boekan seperti.

Betawi, 1 Maret 1929

Alwi Shahab dalam buku Saudagar Baghdad dari Betawi (2004) menjelaskan pasukan penakluk api Batavia bermarkas besar di kawasan Petojo. “Masih di kawasan Petojo, Jalan Zainul Arifin (Gang Ketapang) di zaman Belanda bernama Brandweerweg. Ini karena di lokasi tersebut terdapat Markas Pemadam Kebakaran atau brandweer,” tulisnya.

Lalu ketika Indonesia jatuh ke pangkuan Jepang, de Brandweer Batavia ganti nama dan peraturan. Hal itu tertuang dalam ketentuan yang dikenal dengan “Osamu Seirei No. II” tentang “Syoobootai” atau yang dikenal sebagai pemadam Kebakaran.

Barulah setelah Indonesia merdeka, pasukan damkar kemudian dikukuhkan sebagai Barisan Pemadam Kebakaran (BPK). Sesuai namanya, tugas pokok dari BPK masih berfokus pada upaya pemadam kebakaran. Kemudian, pada 1975 Gubernur DKI mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang menetapkan nama pemadan kebaran resmi menjadi Dinas Kebakaran seperti yang dikenal hingga saat ini.

Mobil pemadam kebakaran (Sumber: Wikimedia Commons)