Bagikan:

JAKARTA - Pesawat asli karya anak bangsa, PA01 N-250 Gatotkaca yang kesohor sebagai tonggak utama perkembangan industri dirgantara Tanah Air akan dimuseumkan. Pesawat yang kali pertama mengudara pada 1995 sempat menggegerkan dunia karena kecanggihan teknologi pada zamannya. Membahas sejarah Sang Gatotkaca terbang takkan lengkap jika tak membahas sosok jenius yang menginisiasinya: Bacharuddin Jusuf Habibie.

Berita tentang dimuseumkannya N-250 diumumkan TNI Angkatan Udara (AU). Dalam unggahan Facebook, TNI AU mengunggah gambar persiapan perjalanan terakhir Sang Gatotkaca dari Bandung menuju Yogyakarta. “Sang Gatotkaca kini bersiap melakukan perjalanan panjang dari Bandung menuju Muspusdirla Yogyakarta. Bukan terbang, tetapi melalui jalan darat," tertulis dalam unggahan, dikutip Jumat, 21 Agustus.

"Ada perasaan pilu menyaksikan nasib sang Gatotkaca kini, meskipun demikian, ini kenyataan yang tidak bisa kita tolak ... Selamat jalan Gatotkaca, semoga di tempat baru, kamu dapat lebih menginspirasi generasi sekarang dan mendatang."

Penyerahan sang Gatotkaca ke museum diinisiasi PT. Dirgantara Indonesia. Hal itu dilakukan supaya pesawat yang pernah terbang di langit-langit Indonesia itu menginspirasi anak muda lain untuk menerbangkan pengetahuan setinggi-tingginya. Seperti Habibie. Gatotkaca pun akan diserahkan ke Museum Pusat Dirgantara Mandala (Muspusdirla) di Yogyakarta.

"Penyerahan ini sebagai tindak lanjut Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (SKEP) Nomor 284/VIII/2020 tanggal 14 Agustus 2020 tentang Penugasan Penerimaan Hibah Pesawat PA01 N-250 milik PTDI untuk ditempatkan di Muspusdirla," kata Manager Komunikasi Perusahaan dan Promosi PT DI Adi Prastowo dikutip Kompas.com, Kamis, 20 Agustus.

Hampir dibajak Filipina

Jauh sebelum Habibie mulai mengembangkan industri dirgantara di Nusantara, tawaran pertama pada Habibie untuk memajukan industri dirgantara justru datang dari Filipina. Kala itu, Presiden Filipina Ferdinand Marcos (1965–1986) kepincut dengan kejeniusan pria kelahiran Pare-pare, 25 Juni 1936.

Filipina pun mengutarakan niat mengajak Habibie untuk membangun industri dirgantara Negeri Lumbung Padi. Dikutip dalam laporan Majalah Tempo berjudul Kisah Mister Crack dan Si Gatotkaca (2012), Presiden Marcos mengundang Habibie yang berada di Jerman berkunjung ke Istana Malacanang di Filipina pada 1974.

Dalam pertemuan tersebut, Marcos menawarkan Habibie untuk pindah ke Manila. Bahkan, Marcos berjanji akan menyanggupi seluruh fasilitas yang diinginkan oleh Habibie, termasuk memberi ruang bagi Habibie untuk membantu Indonesia dari Manila. Namun, permintaan itu ditolak.

Ferdinand Marcos (Sumber: Commons Wikimedia)

Mr. President, saya datang kemari untuk membuktikan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah hak prerogatif manusia. Tidak tergantung warga negara,” kata Habibie sebelum menolak kembali permintaan Marcos dua minggu kemudian.

Meski begitu, Marcos bersikukuh meminta Habibie membidani industri dirgantara Filipina. Beberapa bulan setelah pertemuan dengan Habibie, Marcos berjumpa dengan Presiden Indonesia Soeharto di Manado. Marcos sedikit melagak, mengatakan pada Soeharto akan membangun pusat pegembangan teknologi dan dirgantara di Filipina.

"Saya punya uang dan ahlinya," kata Marcos.

"Siapa namanya," tanya Soeharto.

"Bacharuddin Jusuf Habibie," jawab Marcos.

"Lho, itu Rudy, saya kenal dia dari kecil," Soeharto yang memang telah mengenal Habibie sejak berusia 14 tahun.

Kepulangan Habibie

Mendengar cerita Marcos, Soeharto tak mau kecolongan. Ia langsung mengutus Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo untuk menemui Habibie di Jerman. Singkat cerita, pertemuan pun tiba. Habibie dan Ibnu Sutowo bertemu di Presidential Suite Hotel Hilton, Dusseldorf, Jerman.

Namun, baru saja memasuki ruangan, Habibie langsung dimaki-maki oleh Ibnu Sutowo. Menggunakan bahasa Belanda, Ibnu Sutowo mengatakan: Saudara Rudy jij moet shaamen, als Indonesier! Saudara Rudy, Anda harus malu kepada diri sendiri sebagai orang Indonesia. Kenapa Anda membangun negara lain?

Habibie terdiam. Ucapan Ibnu Sutowo meresap. Habibie merasakan malu. Ibnu Sutowo kemudian meminta Habibie untuk segera ke Jakarta. "Orang ini harus pulang. Segera angkat Dr. Habibie sebagai penasihat Direktur Utama Pertamina," kata dia kepada asistennya, Dr Erich Sanger.

Sejatinya, sebelum Ibnu Sutowo, Soeharto sendiri pernah meminta Habibie untuk pulang pada 1970 sewaktu-waktu negara membutuhkan keahliannya. Namun, Habibie baru pulang ke Tanah Air pada Maret 1974.

Melawan keraguan asing

Di Tanah Air, mimpi Habibie memajukan industri dirgantara semakin dekat dengan kenyataan. Habibie pun didaulat sebagai tokoh pengganti Nurtanio Pringgoadisurjo yang telah lebih dulu memulai pembuatan pesawat pertama di Indonesia. Kala itu, Nurtanio memimpin Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN).

Sejak kepemimpinannya, Habibie mengembangkan sejumlah teknologi. Ia juga menjalin kerja sama dengan negara lain dalam pembuatan pesawat terbang CN-235, N-2130, dan yang paling legendaris: N-250 Gatotkaca. Kala itu banyak yang meragukan kapasitas Habibie. Pemberitaan media asing yang menyuarakan nada pesimis itu.

“Habibie merasakan betapa bias wartawan asing ini ketika N-250 akan diluncurkan tahun 1995. Pesaingnya B-250 terkejut. Para wartawan asing sudah membuat prediksi bahwa pada saat terbang perdana, N-250 akan jatuh,” A. Makmur Makka dalam buku Inspirasi Habibie (2020).

Tak hanya itu. Secara terang-terangan, media yang berbasis di Singapura dan Hongkong, Asiaweek menulis bahwa Gatotkaca tidak siap terbang hari itu. Jika dipaksakan, ada kemungkinan akan terjadi musibah. Ada pula media asal Australia yang menulis N-250 itu bukan buatan IPTN, tetapi dibeli dari luar negeri yang kemudian dicat kembali.

Gatotkaca N250 (Sumber: Commons Wikimedia)

Kelak, Habibie membungkam seluruh sentimen negatif dengan menerbangkan prototipe pesawat N-250 ke udara. Penerbangan kala itu dilakukan dari Lapangan Udara Husein Sastranegara, Bandung pada 10 Agustus 1995. Terbangnya Gatotkaca membuat ribuan, bahkan jutaan pasang mata di seluruh pelosok negeri merasa terharu, bangga, dan juga lega.

Gatotkaca yang diragukan terbang, nyatanya dapat mengudara tanpa masalah. Dengan keberhasilan itu, Gatotkaca jadi pesawat pertama --di kelas subsonic speed-- yang menggunakan teknologi fly by wire atau seluruh geraknya dikendalikan dengan komputerisasi.

Sebuah capaian yang sungguh luar biasa. Saat itu, N-250 merupakan pesawat ketiga yang menerapkan teknologi ini, selain Airbus A-340 dan Boeing 767.

Puja-puji atas penerbangan N-250 Gatotkaca disuarakan dari dalam dan luar negeri. Sebagaimana dikisahkan A. Makmur Makka dalam buku lain The True Life of Habibie: Cerita di Balik Kesuksesan (2008), terbangnya Gatotkaca membuat haru seluruh rakyat Indonesia. Bahkan, The Smiling General meneteskan air mata.

“Banyak juga di antaranya yang terharu dan meneteskan air mata, tak terkecuali Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto (alm.) serta Wapres Try Sutrisno dan Ibu Tuti Try Sutrisno. Beberapa kali terlihat presiden mengusap wajahnya dengan sapu tangan putih. Bahkan, Ibu Tien secara spontan memeluk dan menjabat tangan memberikan selamat kepada B.J Habibie, seraya menahan haru yang bercampur bangga,” tutup Makmur.